Sabtu, 23 November 2024
07-02-2007

Bagaimana Mencapai Regulasi Efektif

Laporan oleh Noer Soetantini
Bagikan

Untuk menyusun sebuah peraturan harus diketahui mengatur apa dan faktanya seperti apa. Misalnya, perbuatan merokok kalau mau dibicarakan lebih lanjut tentang aturannya harus melihat ini hak atau kewajiban. Kalau hak, bagaimana orang menggunakan haknya.

HIMAWAN ESTU BAGYO Pakar Hukum dalam Wawasan Suara Surabaya, Rabu (07/02), mengatakan, jika perokok dalam menggunakan haknya tidak merugikan orang lain dan lingkungan tidak jadi masalah. Ini artinya, perbuatan boleh dilakukan sepanjang tidak merugikan orang lain.

Jika merokokdi rumahnya sendiri tidak jadi masalah. Namun ketika orang merokok ada hak orang lain yang harus dilindungi yaitu hak untuk tidak dirugikan oleh karena akibat orang lain merokok. Ini faktanya. Untuk itu, membuat aturan harus jelas dulu apanya yang akan diatur.

Ada tiga komponen penting dalam regulasi., apanya, siapa yang dilarang, dan harus ada perencanannya. Seringkali kita tidak cukup mengklasifikasi secara utuh. Akibatnya, ada orang tertentu atau subyek yang tidak masuk regulasi.

“Dalam membuat proses hukum itu ada struktur, substance dan culture. Ada tidak kewenangan yang sudah tertata dengan baik di sana. Berarti ini akan menyangkut kewenangan penyelenggara negara untuk membuat regulasi. Dalam struktur sudah memperhatikan tidak substansi itu akan disusun karena terkait dengan kultur. Berbicara soal kultur harus betul-betul dilihat, jika hanya membalik kultur tidak akan bisa. Dan jika tidak dihitung betul nanti bikin peraturan untuk dilanggar,”paparnya.

Banyaknya pelanggaran, kata HIMAWAN, terjadi di proses. Peraturan yang dibuat harus ada proses komunikasi dengan publik. Draft aturan dibuka untuk publik dan kalau perlu dibuka di setiap kecamatan jika memang akan diadakan draft Perda Merokok.

Dalam sosialisasi, semua intrumen regulasi dan non regulasi harus dipaparkan dan melibatkan semua orang. Ini harus dilampaui dan seringkali tidak dilampaui dengan baik. Serta harus tersedia cukup untuk instrumen penegak hukum dan anggaran melaksanakan regulasi.

Selama ini sebuah regulasi hanya terbatas di perancangan saja. Setelah ditetapkan, tidak ada anggaran implementasi dan penegakan hukum. Regulasi hanya jadi kertas saja.

Pendidikan tentang hak asasi dalam hidup kita, menurut HIMAWAN, seringkali terabaikan. Contohnya, merokok. Itu hak tapi ada kewajiban juga menghargai hak orang lain.

AMIN pendengar Suara Surabaya menilai eksistensi pemerintah menegakkan hukum masih dipertanyakan. Misalnya, Perda Sampah dendanya Rp 50 ribu dan kenyataannya banyak sampah berserakan tapi tidak ada implikasi penegakan hukum. Contoh, kawasan Pegirian di dekat wisata Ampel, tidak ada realisasi penegakan Perda meski ada tulisan dilarang membuang sampah tapi di bawahnya banyak tumpukan sampah. AMIEN setuju dengan rencana Perda yang mengatur pencemaran udara termasuk didalamnya masalah perokok.

EDI HARLIYADI pendengar Suara Surabaya mengatakan dalam masyarakat masih terjadi pesimisme terhadap aturan. Aturan tidak banyak ditaati masyarakat. “Kita seringkali tidak tahu apa dan maksud aturan dibuat. Tiba-tiba ada regulasi yang mengatur kita dan memaksa kita mentaati aturan itu. Untuk itu, perlu edukasi regulasi sehingga masyarakat tahu aturan dibuat untuk apa,”ujarnya.

Persoalan merokok sudah lama. Tapi, selama itu kita tidak tahu bahwa itu mengganggu lingkungan dan orang lain. Baru paham setelah jadi orang tua. Soal penegakan dan sanksi hukum harus diterapkan.

SIRADJ Komisi D DPRD Jawa Timur menjelaskan soal menyusun aturan di DPRD Propinsi. Jika Perda inisiatif dibuat DPRD dan dibicarakan bersama dan dibicarakan pula dengan eksekutif. Demikian pula dengan Perda yang dibuat oleh eksekutif. Dibicarakan di eksekutif dan dibicarakan pula dengan legislatif.

Selama ini Perda inisiatif Komisi A, kata SIRADJ, tetap mengundang publik. Termasuk uji publik di Lamongan dan Gresik. “Kita ingin Perda aspiratif dan memiliki makna bagi masyarakat serta implementatif. Setelah itu baru diputuskan. Dengan masukan dari masyarakat, berarti masyarakat ikut ‘memutuskan’,”tukasnya.

Tahun 2004, dibentuk beberapa Pansus dimana ada satu Perda yang tidak banyak melibatkan masyarakat. Efektivitas implementasinya bermasalah di masyarakat seperti Perda Galian C. Hal seperti ini harus dihindari.

Agar Raperda bisa diterapkan dengan baik di masyarakat, SIRADJ menegaskan, dari sisi konten sudah bagus. Tapi ada dua persoalan yang belum banyak dicermati adalah soal konteks, bagaimana cara sosialisasi, penegakan dan implementasi, jadi persoalan. Akibatnya, Perda hanya jadi ‘macan ompong’ karena tidak ada mekanisme implementasinya dan siapa yang menegakkan. Sampai sekarang banyak Perda tidak implementatif.

CHANDRA pendengar Suara Surabaya berpendapat apapun regulasi yang dikeluarkan pemerintah sudah cukup baik. Tapi jika tidak sentuhan dasar, regulasi tidak bisa diterapkan.

Banyak regulasi tidak bisa diterapkan karena sentuhan dasar masyarakat tidak menyeluruh. Sentuhan dasar yang harus diperbaiki adalah disejahterakan kemudian dicerdaskan dan baru bisa melaksanakan aturan.

FRANKY pendengar Suara Surabaya yang ikut bergabung di Wawasan, menilai kesejahteraan bukan hal yang utama dalam memberikan penegakan aturan. Tapi seluruh komponen mulai aparat, sarana dan prasarana, dan khususnya penegak hukum harus bersama-sama memenuhi aturan. Kembali pada personal masing-masing, apakah bisa memenuhi aturan atau tidak. Soal aturan merokok harus ada standarisasi dan ditegakkan sesuai ketentuan.

HADI SISWANTO ANWAR Kepala Bagian Hukum Pemkot Surabaya melihat pelanggaran aturan bisa disebabkan banyak hal. Bisa saja di tahap awalnya, tidak melibatkan masyarakat, atau dalam pelaksanaannya terkait kepentingan yang dirugikan kemudian mengambil jalan pintas saja. Pertimbangannya, ancaman hukum tidak berjalan maksimal. Sanksi dan kurungan sifatnya alternatif.

Sekarang di era baru, UU No.32 bisa mencantumkan ancaman kurungan 6 bulan dendanya Rp 50 juta. “Tapi saya masih pesimis apakah kalau terjadi pelanggaran dan proses pengadilan dikenakan hukuman maksimal, masih jadi pertanyaan besar,”ujarnya.

Di lingkungan Pemkot Surabaya, kata HADI, proses membuat aturan publik harus melibatkan peran serta masyarakat. Di saat persiapan di tingkat eksekutif, disosialisasikan. Tujuannya agar masyarakat mengetahui apa yang kita atur dan masukan mereka dikaji kembali dalam proses penyempurnaan.

Meski demikian, masukan dari masyarakat masih berdasarkan kepentingan yang bersangkutan. Dalam pengaturan yang dilakukan, pasti ada kepentingan yang tidak bisa diakomodir. Tidak mungkin dalam proses melibatkan semuanya, paling tidak ada dari kalangan akademisi, LSM, dari masyarakat yang terkena langsung dari aturan itu.

Dari sisi law enforcement, kata HADI, memang aturan untuk dilaksanakan. Dan jika melanggar pasti ada sanksinya. Untuk mengantisipasi dari pembuatan aturan, Pemkot Surabaya membuat legilasi daerah. Kenapa perlu ? Agar dalam penyusunan aturan daerah secara terencana jelas selama 1tahun ke depan. Kalau usulan dari leading sector, tentunya punya rencana yang matang dan apa yang dilakukan ke depan.

Dialog interaktif program Wawasan Suara Surabaya ini, selengkapnya bisa Anda klik dan dengarkan dalam radio on demand di bawah ini.

Bagikan
Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
29o
Kurs