Sebuah foto harus bisa dinikmati dan dipahami. Berbicara di depan pelajar Suara Surabaya Muda (SS Muda) Batch 3, Anton Kusnanto Fotografer Surabaya City Guide (SCG) mengatakan, literasi visual penting untuk dipelajari siapapun yang ingin menjadi fotografer profesional. Literasi visual adalah kemampuan menciptakan foto yang bisa dipahami publik.
Lebih jauh, ia menjelaskan foto memiliki karakteristik yang berbeda dengan video. Video memungkinkan orang bisa mengabadikan sebuah momen dalam waktu yang panjang. Sedangkan, foto hanya bisa mengambil satu adegan saja.
“Hanya beberapa detik aja (momen puncak dari sebuah peristiwa, red). Kalau foto kita harus tau momen puncaknya dimana. Itu yang kita bagikan ke penonton,” ujar Anton ketika menjadi pemateri dalam workshop kedua SS Muda Batch 3 pada Sabtu (23/11/2019).
Dalam memfoto peristiwa yang tragis/sadis, seorang fotografer harus mampu meminimalisir adegan berdarah-darah, namun tetap sampai pesannya. Seorang fotografer harus memiliki kemampuan memprediksi dampak foto yang diproduksi.
“Kita harus berhati-hati. Kapan foto kita viral dan jadi perbincanngan. Kita harus memilah apa yang harus kita tampilkan,” jelasnya.
Terakhir, ia mengingatkan kamera hanya sebuah mesin. Ia menegaskan, yang paling utama adalah manusia yang mengoperasikannya. Pada workshop ini, Anton juga mengajak para peserta untuk mengenal berbagai fitur pada kamera ponsel.
“Manfaatkam apapun kamera yang kamu punya. Kamera hanya mesin saja, sebagus-bagusnya mesin, secanggih-canggihnya, yang penting manusia dibalik mesin itu,” pungkasnya. (bas/dwi)