KH. A. Ghazalie Masroeri, tergolong orang yang paling sibuk setiap Ramadhan tiba. KH Ghazalie mempunyai tanggung jawab untuk memastikan awal puasa dan Hari Raya Idul Fitri.
Menurut KH Ghazalie, menentukan awal puasa dan lebaran bukan pekerjaan mudah, tidak seperti menghitung matematika biasa.
Satu hal yang membuat ahli hisab berusia 76 tahun ini istimewa adalah kedua matanya tidak dapat melihat. Tapi, tidak ada yang berani menggantikan tugas mengintip bulan ini. Alasannya, karena tanggung jawab pada Allah dan pada umat sangatlah besar.
Beberapa pihak menyebut, penglihatan kiai Nadlatul Ulama ini terganggu karena ketekunannya bergelut dengan angka-angka hisab dan hobinya mengamati benda-benda langit.
Kelebihan KH Ghazalie yang lain, meskipun tidak bisa melihat, kiai ini bisa memprediksi posisi hilal sampai beberapa tahun ke depan.
Di masa mudanya, sebelum dikenal sebagai ahli hisab dan rukyat, KH Ghazalie Masroeri bertahun tahun nyantri pada almarhum Kiai Turaichan, ahli falak kelas dunia yang berasal dari Kudus, Jawa Tengah.
“Ilmu falak ini tidak banyak yang mempelajari karena tidak ada uangnya. Berbeda dengan dokter dan insinyur, banyak yang membutuhkan,” katanya saat berbincang dengan suarasurabaya.net di Jakarta, Minggu (5/7/2015).
Pakar hisab dan rukyat Nadlatul Ulama yang vokal
Dalam setiap sidang isbat di kantor Kementerian Agama, atau dimana saja, KH Ghazalie selalu mendapatkan kesempatan menyampaikan argumentasinya terkait penentuan awal Ramadhan dan Idul Fitri, untuk menghindari perbedaan.
Dia adalah simbol rukyatul hilal yang menjadi kriteria utama NU dalam penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
Setiap menjeang penetapan awal bulan, KH Ghazalie berkantor di pos pemantauan hilal di lantai 4 kantor PBNU Jalan Kramat Raya Jakarta, didampingi para pengurus Lajnah Falakiyah yang lain.
Pos pemantauan rukyat ini mengkoordinir pelaksanaan ruyatul hilal dari berbagai titik rukyat seluruh Indonesia, yang meliputi kawasan pantai, bukit atau menara.
Menjabat Ketua Lajnah Falakiyah PBNU sejak KH Hasyim Muzadi menjadi Ketua Umum PBNU pada tahun 1999, sampai periode KH Said Aqil Siroj, tak seorangpun yang berani menggantikan tugas KH Ghazali.
Secara teknis KH Ghazalie juga dibantu oleh anak-anaknya yang selalu bergantian mendampinginya beraktifitas, termasuk ketika menyusun hitungan hisab yang rumit.(jos/iss)