Kamis, 6 Maret 2025

Sejarah Salat Tarawih: Dari 11 ke 20 Rakaat

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan
Suasana salat tarawih pertama Ramadan di Masjid Al Akbar Surabaya, nampak di shaf area laki-laki nampak sepi, Jumat (28/2/2025). Foto: Wildan suarasurabaya.net

Salat Tarawih telah melalui perjalanan panjang dalam sejarahnya, khususnya di Masjid Nabawi, Madinah. Pertanyaan yang sering mengemuka adalah “benarkah Umar bin Khattab, sang khalifah kedua, yang pertama kali menetapkan jumlah rakaat Tarawih menjadi 20?”

Pada zaman Rasulullah SAW, salat tarawih dilaksanakan sebanyak 11 rakaat, sebagaimana diriwayatkan oleh Āisyah, istri beliau. Jumlah ini mencakup 8 rakaat tarawih dan 3 rakaat Witir. Praktik ini menjadi teladan awal yang berlangsung di Masjid Nabawi.

Ketika Umar bin Khattab menjabat sebagai khalifah pada tahun 14 H/635 M, ia mulai menertibkan pelaksanaan tarawih secara berjamaah di masjid tersebut. Ia memerintahkan agar salat ini dilakukan sebanyak 11 rakaat, sesuai dengan apa yang telah dicontohkan Rasulullah. Tak ada riwayat sahih yang menyebutkan bahwa Umar pernah mengubah kebijakan ini menjadi 20 rakaat.

Bahkan, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dua khalifah setelahnya, juga tidak tercatat mengubah jumlah tersebut. Dengan demikian, kuat dugaan bahwa selama masa Khulafa Rasyidin, salat tarawih di Masjid Nabawi tetap 11 rakaat.

Namun, ada pandangan lain yang muncul dari Ibn al-Mulaqqin, seorang ulama hadis. Ia menyebutkan bahwa Umar awalnya menetapkan 11 rakaat, lalu mengubahnya menjadi 20 rakaat. Kemudian, pada masa akhir pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan, jumlahnya bertambah menjadi 36 rakaat.

Sayangnya, Ibn al-Mulaqqin tidak menyertakan bukti riwayat yang jelas untuk mendukung klaim bahwa Umar mengubah jumlah rakaat menjadi 20. Ia hanya menggabungkan dua riwayat, yakni atsar Yazīd Ibn Khuṣaifah dan Muḥammad Ibn Yūsuf. Atsar Yazīd.

Riwayat tersebut menunjukkan bahwa beberapa sahabat di masa Umar melaksanakan tarawih 20 rakaat secara pribadi, bukan bukti adanya perintah resmi dari Umar untuk mengubah praktik jamaah di Masjid Nabawi.

Fakta sejarah menunjukkan salat tarawih 11 rakaat terus berlangsung di Madinah hingga masa Muawiyah (wafat 60 H/680 M). Barulah pada akhir pemerintahannya, beberapa tahun sebelum Perang al-Ḥarrah (63 H/683 M), ia mengubah jumlahnya menjadi 36 rakaat. Sejak saat itu, praktik di Masjid Nabawi menjadi 39 rakaat (termasuk 3 rakaat Witir), dan ini bertahan hingga abad ke-4 H.

Ketika Dinasti Fatimiyah yang beraliran Syiah menguasai Hijaz pada abad ke-4 H, jumlahnya dipangkas menjadi 20 rakaat. Praktik ini berlangsung selama berabad-abad hingga abad ke-8 H. Lalu, Imam al-Irāqī (wafat 806 H/1403 M) mengembalikannya menjadi 36 rakaat ditambah 3 rakaat Witir (jadi 39 rakaat), dengan pembagian 20 rakaat di awal malam dan 16 rakaat menjelang subuh.

Kondisi salat tarawih 39 rakaat ini berlangsung hingga tahun 1344 H/1926 M. Saat Dinasti Saudi berkuasa di Jazirah Arab, sejak itu, salat tarawih di Masjid Nabawi ditetapkan 20 rakaat hingga hari ini.

Perubahan-perubahan ini mencerminkan dinamika sejarah dan pengaruh kekuasaan politik-religius di Madinah. Namun, jika merujuk pada teladan Rasulullah SAW salat tarawih dengan 11 rakaat.

Sebagaimana sabda beliau, “Salatlah sebagaimana kamu melihat aku salat,” ajaran Nabi adalah hujah yang paling kuat.

Berdasarkan riwayat yang ada, tidak ada bukti sahih yang mendukung klaim Umar memulai tarawih 20 rakaat. Umar menertibkan Tarawih berjamaah dengan 11 rakaat, sementara jumlah 20 rakaat baru muncul jauh setelah masa Khulafa Rasyidin. (nis/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Surabaya
Kamis, 6 Maret 2025
30o
Kurs