
Teresa Indira Andani psikolog klinis dewasa mengatakan, mengenali pasangan menjadi hal yang penting dan mendasar sebelum menikah. Hal ini karena pernikahan bukan sekadar tentang cinta, tetapi juga kolaborasi antar pasangan secara jangka panjang.
“Dalam hubungan, interdependensi memainkan peran kunci, di mana pasangan harus bisa bekerja sama, menggabungkan sumber daya, serta menghadapi tantangan hidup secara bersama-sama. Oleh karena itu mengenali pasangan menjadi hal yang penting dan mendasar ya,” kata psikolog lulusan Universitas Indonesia tersebut dikutip dari Antara, Selasa (18/2/2025).
Dia mengatakan, jika seseorang menikah tanpa memahami karakter, nilai, serta cara pasangan menghadapi stres dan konflik, risiko ketidakcocokan meningkat, yang dapat berujung pada pasangan menghindari masalah (ghosting) atau adanya kontrol yang dominan dan kekerasan dalam hubungan (KDRT).
KDRT juga bisa terjadi karena tidak ada intervensi psikologis bagi pelaku, masih ada kontak dengan mantan pasangan terkait anak, atau korban mengalami trauma bonding, yaitu keterikatan emosional dengan pelaku meskipun mengalami kekerasan.
Oleh karena itu pemahaman yang baik sebelum menikah, persiapan yang matang, pasangan dapat membangun pernikahan yang stabil, saling mendukung, dan minim konflik destruktif.
Selain itu, keterampilan komunikasi dan penyelesaian konflik yang sehat sangat diperlukan agar hubungan tetap harmonis. Keterampilan regulasi emosi juga perlu dikembangkan agar pasangan bisa mengelola stres dan perbedaan dengan sehat, sehingga risiko ghosting atau KDRT bisa diminimalkan.
Dengan ini, pasangan dapat membangun relasi yang stabil, sehat, dan saling mendukung dalam berbagai fase kehidupan.
“Persiapan pernikahan bukan hanya soal materi, tetapi juga kesiapan psikologis, emosional, dan keterampilan dalam hubungan. Pasangan perlu memahami cara berkomunikasi, menyelesaikan konflik, serta menyesuaikan ekspektasi pernikahan melalui konseling pranikah atau diskusi terbuka tentang nilai, peran dalam rumah tangga, pola asuh anak, dan pengelolaan keuangan,” kata Teresa. (ant/nis/saf/ipg)