Senin, 10 Maret 2025

Imam Live Tiktok saat Salat Tarawih, Berikut Pandangan Etika Ibadah Imam Nawawi dan Imam Al-Ghazali

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi. Tarawih Ramadan. Grafis: Ibnu Magang suarasurabaya.net

Memasuki awal bulan Ramadan, dunia maya sempat dihebohkan dengan viralnya sebuah video yang menampilkan imam salat tarawih melakukan siaran langsung di TikTok.

Fenomena ini memicu beragam tanggapan dari netizen. Sebagian mempertanyakan etika serta kekhusyukan ibadah dalam kondisi demikian, sementara yang lain melihatnya sebagai bentuk inovasi dalam berdakwah. Namun, bagaimana sebenarnya pandangan syariat terhadap praktik ini?

Dalam permasalahan ini, perlu ditinjau dari dua aspek utama, yaitu keabsahan dan etika dalam salat. Secara fiqih, salat yang dilakukan sambil live streaming di TikTok tetap sah selama syarat dan rukunnya terpenuhi serta tidak ada hal-hal yang membatalkannya.

Namun, dari sisi etika, melakukan live streaming saat salat berpotensi mengganggu kekhusyukan ibadah. Padahal, khusyuk merupakan salah satu aspek paling penting dalam salat, yang dapat mempengaruhi kualitas dan nilai ibadah seseorang di hadapan Allah. Sesuai dengan firman-Nya dalam surat Thaha:

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي

Wa aqimi as-salāta li dhikri

Artinya, “Tunaikanlah salat untuk mengingatKu.” (QS Thaha: 14).

Meskipun mayoritas ulama tidak menganggap khusyuk sebagai syarat sahnya salat, namun khusyuk tetap menjadi aspek etika yang paling penting ketika seorang hamba menghadap Tuhannya.

Tidak sepatutnya seseorang melakukan hal-hal yang dapat mengurangi atau merusak kekhusyukan dalam ibadah. Sebaliknya, ia harus berusaha semaksimal mungkin untuk fokus dan menjalankan salat dengan penuh kekhusyukan.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa segala hal yang dapat menyibukkan hati dan menghilangkan kekhusyukan dalam salat hukumnya makruh. Beliau mengatakan:

وَفِي رِوَايَةٍ لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْاَخْبَثَانِ فِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ كَرَاهَةُ الصَّلَاةِ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ الَّذِي يُرِيدُ أَكْلُهُ لِمَا فِيهِ مِنَ اشْتِغَالِ الْقَلْبِ بِهِ وِذِهَابِ كَمَالِ الْخُشُوعِ وَكَرَاهَتِهَا مَعَ مُدَافَعَةِ الْأَخْبَثَيْنِ وَهُمَا الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَيُلْحَقُ بِهَذَا مَا كَانَ فِي مَعْنَاهُ مِمَّا يُشْغِلُ الْقَلْبَ وَيُذْهِبُ كَمَالَ الْخُشُوعِ

Wa fī riwāyatin lā ṣalāh biḥaḍrat ṭaʿāmin wa-lā wahuwa yudāfiʿuhu al-akhbaṭān fī hādhihi al-aḥādīthī karāhat al-ṣalāh biḥaḍrat al-ṭaʿāmi al-ladhī yurīdu akluhu limā fīhī min ishtighāl al-qalbi bihi widhahābi kamāli al-khushūʿi wa-karāhatihā maʿa mudāfaʿat al-akhbaṭayni wahumā al-bawli wal-ghāʾiṭi wa-yulḥaqu bihādhā mā kāna fī maʿnāhi mimmā yushghilu al-qalba wa-yudhhibu kamāla al-khushūʿi.

Artinya: “Dalam sebuah riwayat disebutkan: “Tidak ada salat di hadapan makanan (yang sudah siap) dan tidak pula dalam keadaan menahan dua hal yang kotor (buang air kecil dan besar). Hadis-hadis ini menunjukkan makruhnya salat ketika ada makanan yang ingin dimakan, karena hal itu dapat menyibukkan hati dan mengurangi kekhusyukan. Demikian pula, salat dalam keadaan menahan buang air kecil atau besar juga dimakruhkan. Semua hal yang serupa, yang dapat mengganggu hati dan menghilangkan kesempurnaan khusyuk dalam salat, juga termasuk dalam hukum ini.” (Syarafuddin an-Nawawi, Syarah Nawawi ala Shahih Muslim, [Bairut, Dar Ihya at-Turats al-Arabi: 1393], jilid V, halaman 46).

Selain itu, salat sambil live streaming dan disaksikan oleh banyak orang berpotensi menimbulkan rasa riya atau pamer dalam ibadah. Padahal, riya merupakan penyakit hati yang dapat merusak pahala suatu ibadah.

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulummiddin menegaskan:

فأما إذا قصد الأجر والحمد جميعا في صدقته أو صلاته فهو الشرك الذي يناقض الإخلاص وقد ذكرنا حكمه في كتاب الإخلاص ويدل على ما نقلناه من الآثار قول سعيد بن المسيب وعبادة بن الصامت إنه لا أجر له فيه أصلا

Fa-ammā idhā qaṣada al-ajr wa al-ḥamdi jamīʿan fī ṣadaqatihi aw ṣalātihi fahuwa al-shirk al-ladhī yunāqiḍu al-ikhlaṣa wa qad dhakarnā ḥukmahu fī kitāb al-ikhlaṣi wa yadullu ʿalā mā naqlānāh min al-āthāri qawl Saʿīd ibn al-Musayyib wa ʿUbāda ibn al-Ṣāmit innahu lā ajra lahu fīhī aṣlan.

Artinya, “Jika seseorang bersedekah atau salat dengan niat mengharap pahala dari Allah sekaligus menginginkan pujian dari manusia, maka perbuatannya termasuk syirik yang bertentangan dengan keikhlasan. Hukum mengenai hal ini telah kami jelaskan dalam kitab Ikhlas. Dalil yang mendukung pendapat ini adalah perkataan Said bin al-Musayyib dan Ubadah bin ash-Shamit, yang menyatakan bahwa orang tersebut tidak mendapatkan pahala sama sekali.” (Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah: t.t.] jilid III, halaman 301).

Berdasarkan pemaparan di atas, melakukan live streaming saat sedang mengimami salat tarawih bukanlah praktik yang dianjurkan dalam Islam. Dari segi keabsahan, salat tetap sah selama rukun dan syaratnya terpenuhi. Namun, dari segi etika dan adab dalam beribadah, tindakan ini menimbulkan banyak dampak negatif yang perlu diperhatikan.

Live streaming dapat mengganggu kekhusyukan, baik bagi imam maupun jamaah, serta menimbulkan potensi riya jika tidak dilakukan dengan niat yang benar. Selain itu, adanya distraksi dari perangkat teknologi saat salat juga bertentangan dengan prinsip keseriusan dan kehormatan dalam ibadah.

Sebagai alternatif, jika ingin berdakwah melalui media digital, hendaknya dilakukan dengan cara yang lebih sesuai, seperti menyiarkan kajian setelah tarawih atau memberikan tausiyah melalui media sosial tanpa mengganggu pelaksanaan ibadah. Dengan demikian, syiar Islam tetap dapat tersebar tanpa mengorbankan kekhusyukan dan ketertiban dalam beribadah. (nis/bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Surabaya
Senin, 10 Maret 2025
29o
Kurs