
Para peneliti mengingatkan orang yang ingin membuat tato di bagian tubuhnya untuk mempertimbangkan kembali keputusannya, karena hasil penelitian baru menunjukkan bahwa menato tubuh berpeluang meningkatkan risiko kanker kulit dan kelenjar getah bening.
Menurut siaran Medical Daily pada Rabu (5/3/2025), hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tinta tato dapat menembus kulit dan berpindah ke kelenjar getah bening, menimbulkan pertanyaan tentang potensi risiko kesehatannya.
Namun, menentukan apakah tato secara langsung dapat meningkatkan risiko kanker adalah hal yang rumit, mengingat efek paparan tinta mungkin tidak terlihat hingga beberapa dekade kemudian.
Dalam penelitian baru yang hasilnya dipublikasikan di jurnal BMC Public Health, para periset meneliti dampak jangka panjang tato menggunakan data skala besar dari 5.900 lebih saudara kembar di Denmark.
“Aspek unik dari pendekatan kami adalah kami dapat membandingkan pasangan kembar yang salah satunya mengidap kanker, tetapi mereka memiliki banyak faktor genetik dan lingkungan yang sama,” kata Jacob von Bornemann Hjelmborg seorang peneliti, melansir Antara, Kamis (6/3/2025).
“Ini memberi kami metode yang lebih kuat untuk menyelidiki apakah tato itu sendiri dapat memengaruhi risiko kanker,” terangnya.
Hasil penelitian yang baru menunjukkan insiden kanker kulit dan limfoma yang lebih tinggi pada individu bertato dibandingkan dengan saudara kembar mereka yang tidak bertato.
Temuan menarik lain dari penelitian ini adalah bahwa risiko yang terkait dengan tato tidak sama di semua desain.
Individu dengan tato lebih besar, yang ukurannya lebih besar dari telapak tangan, punya risiko kanker yang lebih tinggi.
Selain itu, semakin lama tato berada di tubuh, semakin besar pula risikonya.
Seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak tinta yang terkumpul di kelenjar getah bening, yang selanjutnya dapat meningkatkan kemungkinan kanker kulit dan kelenjar getah bening.
“Kami dapat melihat partikel tinta terkumpul di kelenjar getah bening, dan kami menduga tubuh menganggapnya sebagai zat asing,” kata kata Henrik Frederiksen, salah satu penulis hasil studi.
“Ini bisa berarti sistem imun terus-menerus berusaha merespons tinta, dan kami belum tahu apakah strain yang terus-menerus ini dapat melemahkan fungsi kelenjar getah bening atau menimbulkan konsekuensi kesehatan lainnya,” katanya.
Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami fungsi kelenjar getah bening pada tingkat molekuler dan apakah jenis limfoma tertentu lebih terkait dengan tato daripada yang lain.(ant/bel/kir/ipg)