
Tri Juda Airlangga Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorok – Bedah Kepala dan Leher (PERHATI-KL) DKI Jakarta menekankan pentingnya deteksi dini gangguan pendengaran pada anak.
Menurutnya, orang tua seringkali tidak menyadari gejala gangguan pendengaran pada anak.
“Karena, mereka menganggap (gangguan pendengaran) suatu yang tidak kelihatan, kalau mata kelihatan matanya keruh atau katarak. Kalau pendengarnya kan pada umur 1-6 bulan nangisnya sama, kayaknya enggak apa-apa deh. Nah, biasanya setelah umur satu atau dua tahun kok anak saya (dibandingkan) sama anak tetangga sebelah, kok dia sudah banyak ngomong tapi anak saya belum ya? Itu juga menjadi hal yang pas ketahuan, baru terdeteksi,” katanya dilansir Antara, Minggu (23/2/2025).
Dia melanjutkan, gangguan pendengaran akan menimbulkan masalah komunikasi. Sehingga, penting untuk dideteksi sejak dini.
Orang tua, sambungnya, bisa memeriksakan bayi ke dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan sebelum berusia satu bulan untuk mengetahui kemungkinan adanya gangguan pendengaran.
“Sebelum satu bulan sebaiknya sudah ter-skrining, tiga bulan sudah harus terdeteksi, enam bulan harus sudah tertata-laksana, kalau ada gangguan mau diapain nih anaknya. Intinya tumbuh kembangnya harus kita perhatikan juga pada usia-usia dini. Jadi semakin dini kita deteksi, semakin baik intervensi yang bisa dilakukan,” katanya sembari menjelaskan penerapan program 1-3-6 dalam penanganan gangguan pendengaran.(ant/dra/saf/rid)