
Makan atau minum jelas dapat membuat puasa dihukumi tidak sah. Namun, bagaimana jika sekadar mencicipinya, apakah puasanya bisa dianggap batal?
Dari laman NU Online, Ustaz Alhafiz Kurniawan Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menjelaskan, mencicipi masakan bagi yang berkepentingan, seperti orang tua yang masak untuk keluarga, boleh dan tidak merusak puasanya hingga batal.
“Mencicipi masakan bagi mereka yang puasa sejauh ia berkepentingan yang dibenarkan syar’i tidak masalah, makruh pun tidak,” tulisnya dalam artikel berjudul “Mencicipi Masakan Saat Berpuasa” pada Rabu (12/3/2025).
Namun, kebolehan tersebut dengan catatan segera dikeluarkan dan tidak sampai ditelan masuk kerongkongan. Sebab, jika hal tersebut terjadi maka puasanya bukan saja makruh atau tidak boleh, tetapi juga batal.
“Asal saja, usai dicicipi segera dikeluarkan kembali. Jangan ditahan lama-lama, apalagi ditelan. Kalau ditelan bukan hanya haram, tetapi juga membatalkan puasa,” terangnya.
Pandangannya itu disandarkan pada pendapat Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi dalam kitabnya, Hasyiyah as-Syarqawi ‘ala Tuhfah at-Thullab.
“Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir dapat menjalankannya lantaran begitu dominannya syahwat. Posisi makruhnya itu sebenarnya terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari orang yang mencicipi makanan itu,” tulisnya mengutip kitab tersebut.
“Berbeda lagi bunyi hukum untuk tukang masak baik pria maupun wanita, dan orang tua yang berkepentingan mengobati buah hatinya yang masih kecil. Bagi mereka ini, mencicipi makanan tidaklah makruh. Demikian Az-Zayadi menerangkan,” lanjutnya.
Senada, Ustaz Sunnatullah juga menyebut bahwa mencicipi rasa makanan saat puasa pada dasarnya tidak termasuk bagian dari sesuatu yang membatalkan puasa. Pasalnya, mencicipi tidak sama dengan menelan makanan.
“Mencicipi hanyalah upaya untuk memastikan bahwa rasa makanan itu benar-benar sesuai dengan selera, dan tidak sampai tertelan ke dalam perut. Karena tidak sampai tertelan, maka para ulama menilai tidak membatalkan puasa dan hukumnya pun juga diperbolehkan jika memang diperlukan,” tulisnya dalam artikel berjudul “Fiqih Puasa: Ini Ulama yang Bolehkan Orang Puasa Mencicipi Maknanan”.
Pandangan tersebut disandarkan pada pendapat Imam Ibnu Abbas ra, yang mengatakan bahwa boleh-boleh saja orang puasa mencicipi sesuatu ketika sedang puasa yang dikutip oleh Syekh Badruddin al-‘Aini dalam Umdah al-Qari Syarah Shahih al-Bukhari.
“Dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Tidak masalah apabila seseorang mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk pada kerongkongan, dan ia dalam keadaan berpuasa,” tulisnya.
Hukum mencicipi makanan bagi orang berpuasa pada dasarnya, menurut Syekh Sulaiman As-Syafi’i Al-Makki, adalah makruh jika memang tidak ada kebutuhan (hajat) untuk mencicipinya.
Hal ini mengingat mencicipi makanan bisa berpotensi membatalkan puasa. Berbeda jika berkepentingan seperti juru masak, maka hukum mencicipinya boleh-boleh saja dan tidak makruh.
“Dimakruhkan (bagi orang berpuasa) mencicipi makanan atau selainnya, karena hal tersebut bisa berpotensi membatalkan puasa. Dan (hukum makruh) ini apabila tidak ada kebutuhan (hajat). Sedangkan juru masak, baik laki-laki maupun perempuan, maka tidak makruh baginya untuk mencicipi makanan, sebagaimana tidak dimakruhkan mengunyah (makanan) untuk anak kecil,” tulis Ustaz Sunnatullah mengutip Sulaiman Al-Makki dalam kitabnya berjudul Ats-Tsimar al-Yani’ah fi ar-Riyadh al-Badi’ah, (saf/ipg)