Senin, 3 Maret 2025

7 Golongan Orang yang Tidak Wajib Berpuasa di Bulan Ramadan

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi puasa. Foto: Bram suarasurabaya.net

Puasa Ramadan merupakan salah satu syariat rukun Islam. Puasa wajib dikerjakan oleh setiap Muslim.

Akan tetapi ada beberapa golongan yang tidak diwajibkan untuk berpuasa Ramadan. Golongan yang tidak wajib berpuasa ini dikategorikan berdasarkan dalil Al-Qur’an, hadis, serta pendapat para ulama.

Dilansir dari berbagai sumber, Senin (3/3/2025), golongan tersebut mendapatkan keringanan dalam syariat. Ada tujuh golongan orang yang tidak wajib berpuasa. Berikut ini penjelasan terkait tujuh orang yang tidak wajib puasa beserta dalilnya:

1. Anak kecil
Anak kecil tidak diwajibkan berpuasa. Sebab, salah satu syarat berpuasa adalah baligh. Hal tersebut termaktub dalam hadis berikut:

رُفِعَ اْلقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ عَنْ النّائِمِ حَتّى يَسْتَيْقِظُ وَعَنِ اْلمَجْنُوْنِ حَتّى يُفِيْقَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَبْلُغَ

Rufi‘a al-qalamu ‘an thalāthin: ‘an an-nā’imi hattā yastayqiza, wa ‘an al-majnūni hattā yufīqa, wa ‘an as-sabiyyi hattā yablugha.

Hukum (puasa) tidak berlaku atas tiga orang: anak kecil hingga dia baligh (dewasa), orang gila hingga dia waras, dan orang tidur hingga dia bangun [HR Abu Daud dan Ahmad].

2. Orang gila
Orang yang mengalami gangguan kejiwaan hingga kehilangan kewarasannya termasuk dalam golongan yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Salah satu alasannya, karena tidak masuk dalam syarat sah berpuasa, yakni berakal.

Hadis Riwayat Abu Daud dan Ahmad merekam jelas aturan tersebut,

رُفِعَ اْلقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ عَنْ النّائِمِ حَتّى يَسْتَيْقِظُ وَعَنِ اْلمَجْنُوْنِ حَتّى يُفِيْقَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَبْلُغَ

“Rufi‘a al-qalamu ‘an thalāthin: ‘an an-nā’imi hattā yastayqiza, wa ‘an al-majnūni hattā yufīqa, wa ‘an as-sabiyyi hattā yablugha.”

Hukum (puasa) tidak berlaku atas tiga orang: anak kecil hingga dia baligh (dewasa), orang gila hingga dia waras, dan orang tidur hingga dia bangun [HR Abu Daud dan Ahmad].

3. Orang yang sudah sakit menahun dan tidak diharapkan kesembuhannya
Seorang muslim yang mengalami sakit parah dan tidak diharapkan kesembuhannya mendapat keringanan untuk tidak berpuasa. Misalnya, penyakit stroke, gangguan pencernaan parah, hingga orang yang harus melakukan cuci darah.

Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 184 yang isinya:

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Ayyāman ma‘dūdātin. Faman kāna minkum marīdhan aw ‘alā safarin fa‘iddatun min ayyāmin ukhara. Wa ‘alā alladhīna yutīqūnahu fidyatun ta‘āmu miskīnin. Faman tatawwa‘a khayran fahuwa khayrun lahu. Wa an tasūmū khayrun lakum in kuntum ta‘lamūn.”

(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Jika orang yang sakit tersebut dapat sembuh dan diperbolehkan berpuasa, maka wajib mengganti puasanya di lain waktu. Sementara orang yang sakitnya tidak dapat disembuhkan, Allah memberi keringanan berupa kewajiban membayar fidyah.

4. Musafir
Musafir adalah orang yang melakukan perjalanan jauh. Allah memberi keringanan bagi orang yang bepergian untuk tidak berpuasa. Namun, orang tersebut harus mengganti puasanya di lain waktu.

Adapun syarat seorang musafir dapat membatalkan puasanya menurut buku Fikih Muyassar, adalah bepergian dengan jarak 48 mil atau sekitar 80 kilometer.

Keringanan bagi musafir tercantum dalam Surah Al-Baqarah ayat 185:

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Shahru Ramadhāna alladhī unzila fīhi al-Qur’ānu hudan lil-nāsi wa bayyinātin min al-hudā wa al-furqāni. Faman shahida minkumu ash-shahra falyasumhu. Wa man kāna marīdhan aw ‘alā safarin fa‘iddatun min ayyāmin ukhara. Yurīdu Allāhu bikumu al-yusra wa lā yurīdu bikumu al-‘usra wa litukmilū al-‘iddata wa litukabbirū Allāha ‘alā mā hadākum wa la‘allakum tashkurūn.”

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

5. Perempuan yang haid dan nifas
Seorang perempuan yang mengalami haid dan nifas diberi keringanan untuk tidak menjalankan puasa sampai selesai haid dan nifasnya. Ihwal haid dan nifas termaktub dalam Hadis Riwayat Muslim nomor 335, yang isinya:

Aisyah radhiyallahu anha berkata,

كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

“Kāna yusībunā dhālika fanu’maru biqadhā’i as-sawmi wa lā nu’maru biqadhā’i as-salāti.”

“Kami dulu mengalami haid. Kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.” [HR. Muslim, no. 335].

6. Orang tua renta yang sudah tidak sanggup berpuasa
Orang yang sudah tua dan tidak sanggup berpuasa, maka diberi keringanan untuk tidak berpuasa. Namun, Allah mewajibkan orang tersebut untuk membayarkan fidyah. Hal tersebut termaktub dalam Surah Al-Baqarah ayat 184, yang artinya:

أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

“…dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.”

7. Ibu hamil dan menyusui
Ibu hamil dan menyusui dapat menjalankan ibadah puasa apabila tidak berpotensi mengganggu kesehatan ibu dan janin. Namun, jika puasa malah berpotensi mengancam keselamatan keduanya, maka Allah telah memberi keringanan untuk ibu hamil dan menyusui. Hal tersebut tercantum dalam hadis berikut:

إنَّ اللهَ وَضَعَ عَنِ المُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ وَالصَّومَ عَنِ المُسافِرِ وَعَنِ المُرضِعِ وَعَنِ الْحُبلى

“Inna Allāha wada‘a ‘ani al-musāfiri shatra as-salāti wa as-sawma ‘ani al-musāfiri wa ‘ani al-murdhi‘i wa ‘ani al-hublā.”

Sesungguhnya Allah telah menggugurkan separuh sholat bagi musafir serta mencabut kewajiban puasa bagi musafir, wanita menyusui, dan wanita hamil [HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah].

Adanya keringanan yang Allah SWT berikan tidak serta-merta menggugurkan kewajiban puasa. (nis/bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Surabaya
Senin, 3 Maret 2025
28o
Kurs