Dokter Astryanovita Spesialis Saraf/Neurologi dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) Mahar Mardjono mengimbau masyarakat untuk mewaspadai penyakit neuralgia trigeminal bila kerap merasakan nyeri di wajah.
Neuralgia trigeminal merupakan gangguan saraf kronis yang menyebabkan nyeri hebat di wajah. Nyeri ini berasal dari saraf trigeminal, saraf sensorik utama di wajah yang mengirimkan impuls sentuhan, rasa sakit, tekanan, dan suhu ke otak.
“Kalau ada nyeri di wajah yang menyebar, bisa masuk tiba-tiba, sakit sekali, tajam, dan kadang seperti ada perasaan tertusuk atau terbakar, dan intensitasnya berupa nyeri hebat, dan biasanya mengenai satu sisi wajah,” kata Astryanovita dilansir dari Antara pada Minggu (6/10/2024).
Astrya menjelaskan, rasa sakit yang ditimbulkan oleh gangguan ini bisa timbul secara spontan, ataupun dipicu dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, mencuci muka, dan menggosok gigi.
Ia juga mengungkapkan, terdapat penyakit lainnya yang memiliki gejala serupa, di antaranya seperti sakit yang ditimbulkan oleh kelainan susunan gigi atau sinus.
Oleh karenanya, Astrya menganjurkan kepada para penderita gejala tersebut untuk segera berobat dan berkonsultasi kepada dokter, sehingga gangguan tersebut bisa segera teratasi. Salah satu upaya pendeteksian awalnya bisa dengan menggunakan teknologi Magnetic Resonance Imaging (MRI) wajah.
“Kenapa harus dengan MRI?, Karena kita bisa mengetahui penyebab neuralgia trigeminal, ada tiga tipe penyebab penyakit ini,” ujarnya.
Astrya memaparkan ketiga tipe tersebut adalah tipe klasik, atau gangguan neuralgia trigeminal yang disebabkan oleh tekanan pembuluh darah, kemudian sekunder, yang diakibatkan oleh penyakit lain yang mendasarinya, serta tipe ideopatik atau tidak ada penyebabnya.
Oleh karenanya, dalam penanganan penyakit ini, bagi pasien akan dilakukan pengobatan untuk meredakan rasa nyeri saraf, dan kemudian dilakukan operasi untuk memastikan kesembuhannya.
Ia menyebut tingkat keberhasilan operasi pada gejala ini cukup tinggi, yaitu dengan angka keberhasilan berkisar antara 62-89 persen, dengan persentase kekambuhan yang kurang dari dua persen pada lima tahun pascaoperasi. (ant/saf/ham)