Tahun 2025 diramalkan akan menjadi tahun yang berat secara finansial bagi banyak orang, dalam menghadapi situasi ini, Nirmala Ika Psikolog Klinis lulusan Universitas Indonesia menyarankan agar masyarakat membuat resolusi yang lebih realistis agar tidak menimbulkan stres dan kekecewaan.
“Ketika membuat resolusi, penting bagi kita untuk melihat kondisi yang ada dan menetapkan target yang terukur serta relevan dengan kebutuhan,” kata Ika seperti dilansir Antara, Selasa (31/12/2025).
Menurutnya, resolusi yang terlalu ambisius tanpa mempertimbangkan realitas dapat memicu frustrasi dan tekanan mental.
Oleh karena itu, beberapa hal perlu untuk diperhatikan, yakni;
1. Skala prioritas untuk resolusi
Ia menjelaskan pentingnya membuat skala prioritas dalam menentukan resolusi. Misalnya, jika resolusi tahun depan adalah pergi liburan, pertimbangkan urgensinya.
“Apakah liburan ini hanya karena ikut-ikutan tren, atau memang diperlukan untuk mengisi ulang energi dan mempererat hubungan keluarga? Jika liburan tidak krusial, mungkin dapat ditunda atau diganti dengan alternatif yang lebih terjangkau,” kata Ika.
Sebagai contoh, jika rencana awal adalah pergi ke Bali yang memerlukan anggaran besar, bisa menggantinya dengan destinasi lokal yang lebih dekat dan ramah biaya, seperti Bogor atau Puncak.
Dengan begitu, tujuan liburan tetap tercapai tanpa membebani keuangan.
2. Resolusi yang terukur dan realistis
Psikolog Ika juga mengingatkan agar resolusi tidak sekadar berupa keinginan yang tidak dianalisis.
“Misalnya, seseorang ingin ke Jepang karena teman-temannya sudah pernah ke sana. Tapi, apakah kondisi finansial dan pekerjaan memungkinkan? Jika tidak realistis, keinginan ini justru akan menjadi beban,” jelasnya.
Menurutnya, resolusi yang baik seharusnya seperti rencana kerja dalam sebuah perusahaan, yaitu memiliki tujuan jelas, langkah-langkah terukur, dan dapat dievaluasi.
3. Hindari stres dengan cara review pencapaian
Salah satu cara untuk mengurangi stres akibat resolusi adalah dengan mereview pencapaian di tahun sebelumnya.
“Kadang kita merasa tidak mencapai apa-apa, padahal jika melihat kembali, mungkin kita sudah melakukan banyak hal yang signifikan,” ungkapnya.
Sebagai contoh, jika resolusi tahun sebelumnya adalah berolahraga secara rutin, meskipun belum mencapai berat badan ideal, upaya seperti berjalan 10 ribu langkah setiap hari tetap merupakan pencapaian yang patut diapresiasi.
4. Jangan hilang harapan di tengah prediksi yang berat
Ika mengingatkan bahwa prediksi mengenai tahun 2025 hanyalah gambaran kemungkinan, bukan kepastian.
“Setiap orang memiliki rezeki dan cara bertahan hidup masing-masing. Penting untuk tetap optimis dan melihat peluang di tengah tantangan,” ujarnya.
Dengan menerapkan skala prioritas, menetapkan target yang realistis, dan mereview pencapaian, masyarakat dapat menghadapi tahun 2025 dengan lebih tenang dan percaya diri.
Resolusi tidak perlu menjadi beban, tetapi justru menjadi panduan untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Adapun, resolusi bukanlah sekadar daftar keinginan, melainkan peta jalan menuju perubahan yang lebih baik.
Dengan membuat target yang realistis, menetapkan prioritas, dan merefleksikan pencapaian, kita bisa menjadikan tahun 2025 bukan sebagai beban, melainkan peluang untuk bertumbuh.
Jangan lupa, di tengah tantangan yang mungkin datang, harapan selalu ada, dan Ika menyarankan untuk tetap optimis dan jadikan setiap langkah berarti dalam perjalanan menuju versi terbaik dari diri kita.(ant/iss/ipg)