Jumat, 22 November 2024

Studi Terbaru: Kenapa Kita Sulit Melupakan dan Mengingat Rasa Takut?

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi - Seseorang yang tengah ketakutan. Foto: iStock

Sebuah studi inovatif yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications mengungkap, mekanisme di balik dua efek bertentangan dari ingatan tentang rasa takut: ketidakmampuan untuk melupakan sekaligus kesulitan untuk mengingat.

Menurut laporan dari Medical Xpress pada Senin (21/10/2024), peneliti dari Sony Computer Science Laboratories, ATR Computational Neuroscience Laboratories, dan University of Tokyo menemukan bahwa pengalaman takut awalnya diingat sebagai ingatan asosiatif yang luas.

Namun, seiring berjalannya waktu, ingatan tersebut terintegrasi ke dalam ingatan episodik yang lebih terperinci.

Dilansir dari Antara pada Selasa (22/10/2024), dalam penelitian ini, para ilmuwan menggunakan Functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) dan algoritma pembelajaran mesin untuk melacak aktivitas otak peserta saat mereka mengalami simulasi kejadian yang menakutkan, seperti kecelakaan mobil.

Hasilnya menunjukkan bahwa segera setelah kejadian menakutkan, otak mengandalkan ingatan asosiatif, yang menggeneralisasi rasa takut tanpa memperhatikan urutan kejadian.

Namun, keesokan harinya, korteks prefrontal dorsolateral mengambil alih peran hipokampus dalam mengintegrasikan urutan kejadian ke dalam ingatan tentang rasa takut, sehingga mengurangi luasnya rasa takut tersebut.

Penelitian ini juga menyoroti bahwa individu dengan tingkat kecemasan tinggi—yang berisiko lebih besar mengalami PTSD (gangguan stres pascatrauma)—mungkin mengalami kesulitan dalam proses integrasi memori ini.

Otak mereka menunjukkan integrasi yang lebih lemah dari memori episodik berbasis waktu melalui korteks prefrontal dorsolateral, yang dapat menyebabkan rasa takut yang terus-menerus dan berlebihan yang terkait dengan isyarat asosiatif.

Wawasan ini membuka kemungkinan baru untuk intervensi PTSD dengan menargetkan kemampuan otak dalam mengintegrasikan memori episodik setelah trauma.

“Temuan kami mengungkap fenomena yang sebelumnya tidak dipahami tentang bagaimana otak memprioritaskan dan memproses memori ketakutan,” kata Aurelio Cortese penulis utama dari Advanced Telecommunications Research Institute (ATR).

Sementara itu, Ai Koizumi penulis tdari Sony Computer Science Laboratories menambahkan, “Penyeimbangan waktu antara wilayah otak ini mungkin menjelaskan mengapa beberapa individu mengembangkan PTSD, sementara yang lain tidak.”

Temuan studi ini berpotensi mengubah pemahaman tentang PTSD dan pemrosesan memori ketakutan, serta menawarkan perspektif baru untuk mengembangkan intervensi yang lebih efektif. (ant/saf/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs