Jumat, 27 September 2024

Studi: Paparan Polusi Udara Sejak Masa Kanak-Kanak Berdampak Jangka Panjang pada Perkembangan Otak

Laporan oleh M. Hamim Arifin
Bagikan
Ilustrasi anak-anak terpapar polusi udara. Foto: Medical Daily.

Paparan polusi udara dalam jangka panjang diketahui dapat memengaruhi kesehatan fisik, meningkatkan risiko penyakit pernapasan, penyakit kardiovaskular, dan kanker. Sebuah penelitian terkini mengungkapkan bahwa paparan polusi udara di masa kecil memiliki dampak jangka panjang pada otak.

Menurut penelitian yang dipimpin oleh Institut Kesehatan Global Barcelona (ISGlobal), paparan partikel halus (PM2.5) dan nitrogen oksida (NOx) selama kehamilan dan masa kanak-kanak dapat menyebabkan perubahan signifikan pada struktur mikro materi putih otak. Yang mengkhawatirkan, perubahan ini dapat berlanjut hingga remaja, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang dampak jangka panjang polusi udara terhadap perkembangan otak.

Penelitian sebelumnya telah menyelidiki dampak polusi udara terhadap materi putih otak, tetapi sebagian besar terbatas pada satu titik waktu dan tidak melacak partisipan sepanjang masa kanak-kanak.

Studi terbaru yang dipublikasikan dalam Environmental Research melibatkan 4.000 peserta di Rotterdam, Belanda yang merupakan bagian dari Studi Generasi R dan diikuti sejak lahir. Berdasarkan lokasi peserta, para peneliti memperkirakan jumlah paparan terhadap 14 polutan udara yang berbeda selama kehamilan dan masa kanak-kanak.

Untuk memeriksa perubahan dalam mikrostruktur materi putih, para peneliti melakukan pemindaian otak terhadap 1.314 anak, sekali sekitar usia 10 tahun dan sekali lagi sekitar usia 14 tahun.

“Mengikuti peserta sepanjang masa kanak-kanak dan menyertakan dua penilaian neuroimaging untuk setiap anak akan memberikan pandangan baru mengenai apakah dampak polusi udara pada materi putih bertahan, melemah, atau memburuk,” kata Mònica Guxens peneliti ISGlobal dalam rilis berita yang dikutip dari Medical Daily, Jumat (27/9/2024).

Hasilnya mengungkapkan bahwa paparan PM2.5 yang lebih tinggi selama kehamilan, serta peningkatan kadar PM2.5, PM10, PM2.5-10, dan NOx selama masa kanak-kanak, menyebabkan penurunan anisotropi fraksional, ukuran bagaimana molekul air berdifusi di dalam otak.

Pada otak yang lebih matang, air cenderung mengalir lebih banyak ke satu arah, sehingga menghasilkan nilai yang lebih tinggi untuk penelitian ini. Hubungan ini berlanjut hingga remaja, yang menunjukkan dampak jangka panjang polusi udara pada perkembangan otak.

“Setiap peningkatan tingkat paparan polusi udara berhubungan dengan penundaan lebih dari 5 bulan dalam perkembangan anisotropi fraksional,” tulis para peneliti.

“Kami menduga bahwa anisotropi fraksional yang lebih rendah kemungkinan merupakan hasil dari perubahan mielin, selubung pelindung yang terbentuk di sekeliling saraf, dan bukan pada struktur atau kemasan serabut saraf,” ungkap Michelle Kusters, penulis pertama studi tersebut. (nis/ham/ipg)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Kecelakaan Mobil Box di KM 12 Tol Waru-Gunungsari

Pipa PDAM Bocor, Lalu Lintas di Jalan Wonokromo Macet

Surabaya
Jumat, 27 September 2024
34o
Kurs