Nyeri haid parah dapat memengaruhi suasana hati dan kesejahteraan mental seorang wanita. Namun, sebuah studi baru mengungkapkan fakta mengejutkan, depresi mungkin menjadi pemicu nyeri haid parah, dan kurang tidur dapat memperburuk kondisinya.
Dikutip dari Antara, Rabu (4/12/2024), Dismenore atau nyeri haid parah dialami sekitar 15 persen wanita dan biasanya terjadi menjelang menstruasi, lalu mereda dalam beberapa hari.
Jika nyeri haid terjadi tanpa kondisi mendasar lainnya, itu disebut dismenore primer. Nyeri jenis ini sering disebabkan oleh tingginya kadar prostaglandin, zat mirip hormon yang meningkatkan kontraksi rahim. Sementara itu, dismenore sekunder disebabkan oleh kondisi medis seperti endometriosis atau fibroid rahim.
Dalam studi terbaru yang diterbitkan di Briefings in Bioinformatics, para peneliti menemukan depresi memiliki dampak signifikan terhadap dismenore primer setelah menganalisis sekitar 600 ribu kasus dari populasi Eropa dan 8 ribu dari populasi Asia Timur.
Penelitian itu menunjukkan hubungan kuat antara keduanya pada kedua kelompok. Para peneliti juga melakukan studi asosiasi genom luas dan mengidentifikasi gen serta protein kunci yang terlibat dalam interaksi ini.
“Temuan kami memberikan bukti awal bahwa depresi mungkin menjadi penyebab, bukan akibat dari dismenore, karena kami tidak menemukan bukti nyeri haid meningkatkan risiko depresi,” kata Shuhe Liu penulis utama dari Xi’an Jiaotong-Liverpool University, Tiongkok.
Pengamatan menarik lainnya adalah gangguan tidur yang sering dialami oleh penderita depresi, berperan penting dalam menghubungkan depresi dan dismenore.
“Kami menemukan bahwa gangguan tidur yang meningkat dapat memperburuk nyeri haid. Oleh karena itu, mengatasi masalah tidur mungkin menjadi kunci dalam menangani kedua kondisi ini,” tambah Liu.
Namun, penelitian lebih besar dan eksperimen biologis diperlukan untuk memahami sepenuhnya hubungan kausal antara nyeri haid dan depresi.
Berdasarkan temuan saat ini, para peneliti menyerukan peningkatan skrining kesehatan mental bagi individu yang menderita dismenore.
Liu menjelaskan itu dapat menghasilkan opsi perawatan yang lebih personal, mengurangi stigma, dan meningkatkan layanan kesehatan bagi mereka yang terdampak.
“Depresi dan nyeri haid memiliki dampak signifikan pada kehidupan wanita di seluruh dunia, tetapi hubungan antara keduanya masih kurang dipahami. Tujuan kami adalah menyelidiki masalah ini secara mendalam, mengungkap hubungan kompleks tersebut, dan menemukan cara yang lebih baik untuk mengatasinya,” kata Dr. John Moraros, salah seorang peneliti utama dari Xi’an Jiaotong-Liverpool University.(ant/nis/rid)