Jumat, 22 November 2024

Peneliti: Orang yang Sering Begadang Berisiko Lebih Tinggi Kena Diabetes Tipe 2

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi.

Para peneliti kini menyatakan bahwa orang yang sering begadang dan bangun lebih siang, memiliki resiko lebih tinggi terkena diabetes tipe 2.

Meski orang yang suka begadang telah lama dikaitkan dengan kebiasaan tidak sehat seperti pola makan yang buruk dan merokok memicu peningkatan risiko kondisi metabolik, penelitian terkini mengungkapkan bahwa peningkatan risiko mungkin bukan hanya tentang pilihan gaya hidup.

Menurut penelitian terbaru, yang akan dipresentasikan pada Pertemuan Tahunan Asosiasi Eropa untuk Studi Diabetes (EASD) di Madrid, Spanyol itu, distribusi lemak juga berkontribusi terhadap peningkatan risiko diabetes pada orang yang suka begadang.

Orang yang suka begadang cenderung memiliki lingkar pinggang yang lebih besar dan lebih banyak lemak tubuh tersembunyi. Sehingga, hampir 50 persen lebih mungkin mereka terkena diabetes tipe 2.

“Kami percaya bahwa gaya hidup tidak dapat sepenuhnya menjelaskan hubungan antara kronotipe lanjut dan gangguan metabolisme. Selain itu, meskipun diketahui bahwa kronotipe lanjut dikaitkan dengan BMI (indeks masa tubuh) tinggi, tidak jelas sejauh mana kronotipe memengaruhi distribusi lemak tubuh,” kata Dr. Jeroen van der Velde peneliti Utama dari Leiden University Medical Centre, Leiden, Belanda seperti dikutip dari Medical Daily, Jumat (27/9/2024).

Untuk menyelidiki hubungan antara waktu tidur dan diabetes tipe 2, serta distribusi lemak tubuh, para peneliti mengevaluasi 5.000 peserta dalam studi Epidemiologi Obesitas Belanda, yang meneliti pengaruh lemak tubuh terhadap penyakit.

Penelitian ini melibatkan partisipan dengan usia rata-rata 56 tahun dan BMI rata-rata 30 kg/m². Peneliti menggunakan kuesioner untuk mencatat waktu tidur dan bangun mereka, untuk menentukan titik tengah tidur mereka.

Partisipan kemudian dikelompokkan menjadi tiga: kronotipe awal (20 persen dengan titik tengah tidur paling awal), kronotipe akhir (20 persen dengan titik tengah tidur paling akhir), dan kronotipe menengah (60 persen sisanya).

Para peneliti kemudian mengukur BMI dan lingkar pinggang semua peserta. Lemak visceral dan lemak hati masing-masing diukur menggunakan pemindaian MRI dan spektroskopi MR. Setelah tindak lanjut rata-rata 6,6 tahun, 225 peserta didiagnosis menderita diabetes tipe 2.

Dibandingkan dengan kronotipe menengah, peserta dengan kronotipe lanjut memiliki risiko diabetes tipe 2 sebesar 46 persen lebih tinggi, bahkan setelah disesuaikan dengan faktor-faktor lain termasuk usia dan gaya hidup.

Para peneliti mencatat hal ini menunjukkan bahwa faktor gaya hidup saja tidak dapat menjelaskan peningkatan risiko diabetes tipe 2 pada kronotipe lanjut.

“Kami yakin bahwa mekanisme lain juga berperan. Penjelasan yang mungkin adalah bahwa ritme sirkadian atau jam tubuh pada kronotipe akhir tidak sinkron dengan jadwal kerja dan sosial yang diikuti oleh masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan ketidakselarasan sirkadian, yang kita ketahui dapat menyebabkan gangguan metabolisme dan akhirnya diabetes tipe 2,” jelas Dr. van der Velde.

“Orang dengan kronotipe lanjut tampaknya memiliki resiko lebih besar terkena diabetes tipe 2 dibandingkan dengan mereka yang memiliki kronotipe menengah, mungkin karena lemak tubuh yang lebih tinggi termasuk lebih banyak lemak visceral dan lemak hati. Langkah selanjutnya adalah mempelajari apakah mereka yang memiliki kronotipe lanjut mengalami peningkatan kesehatan metabolik saat mereka mengubah pola hidup mereka,” kata Dr. van der Velde menyimpulkan. (nis/bil/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
35o
Kurs