TikTok semakin dekat dengan tenggat waktu pelarangan aplikasinya di Amerika Serikat (AS) setelah tiga hakim yang menangani petisi dari ByteDance, perusahaan induk TikTok, menolak pengkajian aturan pelarangan tersebut.
Dilansir dari Antara pada Sabtu (7/12/2024), para hakim sepakat bahwa perusahaan asal China itu harus menjual aplikasinya ke pihak lain paling lambat tanggal 19 Januari 2025, atau aplikasi tersebut akan sepenuhnya ditutup operasionalnya pada tahun depan.
ByteDance berpendapat, aturan pelarangan aplikasinya di AS merupakan regulasi yang secara tak adil menargetkan TikTok, dan pelarangannya akan mencederai aturan Amandemen Pertama yang berlaku di Negeri Paman Sam.
Lebih lanjut, ByteDance mengatakan bahwa, aplikasi tidak mungkin dilakukan karena pemerintah China, yang menjadi negara asalnya, akan memblokir perusahaannya.
Hal itu mengacu pada ketentuan di 2020, di mana China diketahui memperbarui aturan pengendalian ekspor untuk membuka peluang transaksi-transaksi potensial, dan hal itu juga berlaku pada ByteDance.
Kelompok yang mendukung kebebasan sipil dalam berinternet, Electronic Frontier Foundation (EFF), mengomentari penolakan pengkajian aturan pelarangan TikTok oleh penegak hukum di AS.
EFF menyebutkan bahwa langkah tersebut membuat AS terasa tidak seperti negara demokrasi, bertolak belakang dengan hal yang selalu dibanggakan masyarakat Negeri Paman Sam selama ini.
“Membatasi akses informasi bebas, bahkan dari negara asing, sesungguhnya merupakan langkah yang tidak demokratis,” demikian pernyataan tertulis EFF.
ByteDance, dalam menghadapi masalah pelarangannya di AS, masih memiliki beberapa opsi yang bisa dilakukan meski tak ada jaminannya.
Pertama, pengajuan banding ke Mahkamah Agung AS, atau mengharapkan Donald Trump menepati janjinya untuk menjaga agar TikTok tetap bisa beroperasi di AS. (ant/kev/saf/ipg)