Sejumlah ahli mengatakan bahwa mengurangi waktu menatap layar seharian dapat meningkatkan fokus diri untuk bekerja dan mencegah seseorang terkena fenomena otak popcorn atau popcorn brain.
Dilansir Antara pada Minggu (31/3/2024), istilah otak popcorn berasal dari sebuah kondisi otak seseorang terus berpikir dari satu pikiran ke pikiran yang lain dalam sekejap seperti biji popcorn.
Pikiran yang tersebar itu mengganggu fokus dan konsentrasi, sehingga menyebabkan berkurangnya produktivitas dan kesulitan dalam menyelesaikan tugas.
Kondisi tersebut sering dikaitkan dengan lamanya durasi seseorang menatap layar. Studi menunjukkan bahwa rentang perhatian masyarakat telah menurun secara signifikan selama beberapa dekade terakhir karena penggunaan internet dan perangkat digital yang berlebihan.
Penggunaan perangkat digital secara berlebihan, multitasking, dan laju kehidupan modern yang cepat dapat membebani otak. Sayangnya, kurang waktu istirahat dan tidur justru memperburuk kondisi ini.
“Waktu di depan layar yang berlebihan dapat mempengaruhi perkembangan otak yang sehat pada anak-anak dan remaja dalam aspek perhatian, perkembangan bahasa, dan keterampilan fungsi eksekutif mereka,” kata Natalie Rosado konselor kesehatan mental.
Selain berdampak pada kesehatan otak, dia menyoroti penggunaan perangkat digital secara berlebihan dapat mengganggu pola tidur sehingga berdampak pada kesehatan secara keseluruhan.
Termasuk kesejahteraan mental akibat cahaya biru yang dipancarkan layar dapat menekan produksi melatonin, sebuah hormon yang bertanggung jawab untuk membuat seseorang tertidur.
Hal lain yang disoroti adalah banyak orang menonton video atau banyak menggunakan gawai sebagai sarana untuk melarikan diri dari kenyataan dan menghindari masalah.
Ia mengingatkan bahwa hal ini dapat menghalangi individu untuk mengatasi masalah mereka secara efektif dan dapat meningkatkan tekanan dalam jangka panjang.
“Paparan terus-menerus terhadap gambaran ideal dan kehidupan yang terkurasi dapat menyebabkan perasaan tidak mampu dan rendah diri, terutama di kalangan generasi muda, sehingga meningkatkan risiko depresi dan kecemasan. Menghabiskan waktu daring secara berlebihan dapat menggantikan interaksi tatap muka, sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman, kesepian dan keterpisahan dari hubungan kehidupan nyata,” ujarnya.
Guna terhindar dari fenomena otak popcorn, ia memberi saran kepada masyarakat untuk mulai menggunakan aplikasi pelacakan durasi layar yang dapat membantu individu menjadi lebih peduli terhadap kebiasaannya menatap layar dan mengidentifikasi konten apa yang dapat dikurangi untuk dilihat.
Ia pun menganjurkan untuk membatasi notifikasi pada gawai, agar tiap individu dapat bekerja lebih fokus, dan terhindar dari godaan untuk menatap layar jika tidak diperlukan.
Menurutnya, masyarakat juga bisa menemukan bentuk hiburan alternatif yang tidak melibatkan mata menatap layar seperti permainan papan, teka-teki, kerajinan tangan atau aktivitas fisik. (ant/ike/saf/rid)