Dokter Reisa Broto Asmoro praktisi kesehatan masyarakat memaparkan sejumlah tanda-tanda perundungan atau bullying pada anak yang perlu diketahui oleh orang tua untuk dapat mencegahnya.
“Orang tua perlu paham kondisi emosi anak yang mengalami perundungan. Contohnya seperti rasa gelisah, cemas, waspada, bahkan enggan atau takut mengikuti kegiatan-kegiatan di sekolah,” kata Reisa seperti dilaporkan Antara, pada Senin (26/2/2024).
Kemudian bisa saja anaknya kehilangan teman secara tiba-tiba atau selalu menghindari situasi sosial, sehingga ia menarik diri dari lingkungannya.
Selain itu, barang-barang anak (korban bullying) tiba-tiba hilang atau rusak, baik elektronik, pakaian, atau barang-barang pribadi lainnya.
“Kadang kan suka ada bullying yang merampas ya, mengambil barang-barang tersebut,” ujarnya.
Tanda-tanda lainnya, kata Reisa, yaitu apabila anak tiba-tiba meminta uang untuk alasan yang tidak jelas, atau di luar kewajaran dari kebutuhan biasanya.
“Terus misalnya anaknya juga menurun prestasi akademiknya di sekolah. Anak itu jadi sering bolos, sering minta pulang. Terus banyak merasa tertekan kalau dia berada di lingkungan sekolahnya,” tambahnya.
Anak yang jadi korban bisa juga tiba-tiba ingin selalu ditemani orang dewasa, karena tidak merasa nyaman dan aman apabila sendirian.
Emosi korban, lanjut dia, juga dapat berubah. Ada yang menjadi sangat tertutup, bahkan ada juga yang sebaliknya, menjadi sangat agresif dan meledak-ledak.
Ia menjelaskan, ada tanda-tanda fisik yang dapat muncul, seperti adanya memar, goresan, atau luka lainnya yang tidak wajar. Menurutnya, hal itu tanda bahwa si anak mengalami kekerasan fisik.
“Apalagi kalau dia menutup-nutupi, sengaja nggak mau ganti baju atau memperlihatkan tubuhnya. Menutup, tiba-tiba pakai hoodie terus, tiba-tiba pakai syal terus, dan lain sebagainya,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan korban dapat mengalami mimpi buruk, dan tidur menjadi tidak nyaman, serta anak dapat kehilangan nafsu makan. Selain itu, jika ada keluhan fisik dari anak, namun dia tidak mau cerita sebabnya, maka perlu ada tindak lanjut.
“Atau misalnya cyberbullying, tiba-tiba dia terfokus terus dengan gadget-nya. Atau mungkin malah justru terbalik, dia nggak mau pegang gadget-nya,” ungkapnya.
Reisa menilai perundungan adalah mata rantai yang perlu diputus, karena dampaknya tidak hanya pada korban, namun juga bagi pelaku itu sendiri dan saksi perundungan.
Perundungan adalah sebuah masalah yang kompleks, sehingga dibutuhkan penyelesaian yang menyeluruh, yang meliputi semua aspek kehidupan sosial si anak, mulai dari lingkaran pertemanannya, keluarga, sekolah, bahkan masyarakat.
“Tidak ada seorang pun yang pantas di bully, dan tidak ada seorang pun yang boleh berdiam diri membiarkan hal itu terjadi, karena anak tuh nggak semuanya bisa terbuka,” pungkasnya.
Dia menambahkan bahwa anak-anak, terutama remaja, adalah kelompok usia di mana perundungan rentan terjadi. Oleh karena itu, meski anak sudah remaja, orang tua tetap perlu memperhatikan.(ant/ike/ris/ipg)