Jumat, 22 November 2024

Angka Mortalitas Bayi karena Lahir Prematur Masih Tinggi, Pakar: Rutin Kontrol dan Penuhi Gizi

Laporan oleh Akira Tandika Paramitaningtyas
Bagikan
Ilustrasi.

Angka mortalitas bayi di Indonesia menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, masih tinggi. Paling banyak, disebabkan kelahiran prematur.

Nanik Handayani Ketua Program Studi S1 Kebidanan dan Profesi Bidan Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menerangkan, bayi prematur biasanya lahir kurang dari 37 minggu.

“Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelahiran bayi prematur. Beberapa di antaranya, adalah karena kehamilan kembar, ibu kurang gizi, hingga ketuban pecah dini (KPD),” terangnya pada suarasurabaya.net, Kamis (21/11/2024).

Mengenai faktor kehamilan kembar, Nanik menerangkan bahwa di dalam uterus ibu memiliki ruang maksimal. Sehingga ketika mengalami hamil kembar, cenderung akan lahir sebelum waktunya.

Sementara itu, soal faktor ibu kekurangan gizi, Nanik menjelaskan kalau ibu menjadi sumber tenaga yang memegang peranan dalam tumbuh kembang janin.

“Sehingga kalau gizi ibu kurang baik, hasilnya gizi janin juga kurang baik dan mengakibatkan lahirnya bayi prematur,” ungkap Nanik.

Sementara itu, faktor lainnya adalah karena kasus KPD. Menurut Nanik, apabila ketuban ibu hamil pecah, maka mau tidak mau bayi harus dilahirkan.

“Jadi, ada beberapa hal yang mengakibatkan selaput ketuban itu pecah. Sehingga, sebelum kandungan masuk dalam usia aterm, keburu lahir karena proses KPD tadi,” jelasnya.

Ada beberapa hal, lanjut Nanik, yang bisa dilakukan untuk mencegah lahirnya bayi prematur. Dua di antaranya adalah dengan rutin kontrol dan memenuhi gizi ibu hamil.

Nanik menganjurkan ibu hamil untuk melakukan ANC atau antenatal care secara rutin sesuai dengan jadwal yang telah diatur oleh tenaga kesehatan.

“Hal ini fungsinya untuk mendeteksi adanya kelainan pada janin. Jika ada kelainan pada janin, bisa diatasi sejak dini sebelum dia lahir,” kata Nanik.

Hal yang tidak kalah penting, lanjut Nanik, adalah pemenuhan gizi ibu hamil.

Menurut Nanik, pertumbuhan janin tergantung pada gizi ibu. Jika sang ibu mengonsumsi gizi yang baik, tumbuh kembang janin pun akan baik.

“Nah, untuk asupan gizi ibu hamil ini, perlu juga pendampingan dari tenaga kesehatan yang berperan dalam memberikan edukasi. Supaya nggak bergantung pada mitos, nggak boleh makan ini dan itu,” tandasnya.(kir/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
35o
Kurs