Paparan polusi udara meningkatkan kemungkinan bayi lahir dengan berat badan rendah dan risiko tersebut dapat dikurangi jika ibu hamil tinggal di ruang yang lebih hijau.
Berdasarkan temuan dalam sebuah studi baru di jurnal BMC Medicine, penelitian telah menunjukkan anak-anak dengan berat badan lahir rendah mempunyai peningkatan risiko asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) seiring bertambahnya usia.
Untuk sampai pada temuan itu, para peneliti menggunakan data studi Respiratory Health in Northern Europe (RHINE) berisi informasi tentang 4.286 anak dan ibunya.
Dilansir dari Antara pada Rabu (13/9/2023), studi ini mengukur tingkat kehijauan wilayah menggunakan citra satelit dan polusi di wilayah tersebut berdasarkan lima polutan yakni nitrogen dioksida, ozon, karbon hitam, dan dua jenis particulate matter (PM) 2.5 dan 10.
Tim tersebut membandingkan berat lahir anak-anak yang lahir dari ibu hamil yang terpapar berbagai tingkat polusi.
Mereka menemukan bahwa tingkat polusi udara yang lebih tinggi dikaitkan dengan berat badan lahir bayi yang lebih rendah.
Penurunan rata-rata berat lahir adalah 56 gram, 46 gram, 48 gram dan 48 gram masing-masing untuk PM2.5, PM10, nitrogen dioksida dan karbon hitam.
“Masa pertumbuhan bayi di dalam rahim sangat penting untuk perkembangan paru-paru. Kita tahu bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah rentan terhadap infeksi dada, dan hal ini dapat menyebabkan masalah seperti asma dan PPOK di kemudian hari,” kata Robin Mzati Sinsamala.
Dia mengatakan hasil penelitiannya dan tim menunjukkan bahwa wanita hamil yang terpapar polusi udara, bahkan pada tingkat yang relatif rendah, akan melahirkan bayi yang lebih kecil.
Mereka menyarankan bahwa tinggal di kawasan yang lebih hijau dapat membantu mengatasi dampak ini.
“Bisa jadi kawasan hijau cenderung memiliki lalu lintas yang lebih rendah atau tanaman membantu membersihkan polusi udara, atau kawasan hijau dapat memudahkan ibu hamil untuk aktif secara fisik,” kata Sinsamala. (ant/saf/iss)