Wisma Jerman bersama Dimar Dance Theatre (DDT) menghadirkan pertunjukan seni bertajuk “Indonesia-Jerman Dance Showcase” di Balai Budaya, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (1/4/2023) malam.
Mike Neuber Direktur Wisma Jerman mengatakan, kolaborasi itu menghasilkan dua karya hasil dari kombinasi tari tradisional dan tari kontemporer.
Dia menambahkan, dance mengandung nilai-nilai yang tertanam dalam masyarakat, khususnya tari tradisional.
“Di sisi lain, seni tari sendiri merupakan sebuah self expression. Baik tari tradisional maupun kontemporer bisa menjadi wadah untuk gerakan masyarakat,” jelas Mike.
Dua karya yang dihasilkan dalam kolaborasi tersebut yakni, tarian berjudul “Shadow of The Horse” yang diambil dari kegelisihan atas mulai dilupakannya nilai-nilai tradisi yang tergerus gempuran teknologi.
Kemudian yang kedua, DDT menampilkan tarian berjudul “Nevermind” yang didasari sebuah beban pikiran atau tekanan dari pikiran orang lain tentang kita.
Dua tarian tersebut dibawakan secara tradisional dikombinasikan dengan tarian kontemporer yang dibawakan 7 penari dan 3 koreografer.
Dua dari tiga orang koreografer DDT berasal dari Jerman yakni Martina Feiertag dan Stephanie Koerner.
Sedangkan, satu koreografer lain yaitu Dian Bokir merupakan warga asli Trenggalek jebolan Asian Got Talent Season 3.
Pantauan dari suarasurabaya.net, DDT membuka pertunjukan dengan membawakan tari berjudul “Shadow of The Horse”.
Tarian pembuka itu dibawakan oleh 6 penari, dengan 4 penari membawa masing-masing satu kuda lumping, dan diiringi lantunan “jaran kuning, jaran miring, jarane wong mangan beling“.
Sedangkan, dua penari lainnya yang merupakan perempuan menjadi pengiring sebelum akhirnya menujukkan aksi tarian yang memukau.
Dua penari perempuan itu menampilkan tarian yang diiringi lagu rap dengan musik tradisional.
Kemudian, setelah disuguhkan aksi lenggak-lenggok penari, penonton dibawa menikmati penampilan drama musikal yang mampu mengundang gelak tawa selama kurang lebih 20 menit.
Drama musikal itu menjadi penutup pertunjukkan pertama yang diikuti riuh gelak tawa penonton.
Setelah itu, masuk di tari kedua berjudul “Nevermind” yang dibawakan oleh Martina Feiertag dan Stephanie Koerner dengan tarian duet yang dramatis.
Duo Jerman itu mampu membuat kombinasi tari tradisional dan tari kontemporer terasa sempurna, dan membuat seisi Balai Budaya terdiam dan fokus hingga akhir pertunjukan kedua kurang lebih hampir satu jam.
Marta salah seorang penonton yang hadir mengaku baru kali pertama dirinya menyaksikan pertunjukan semacam ini.
“Hebat, bagus. Gak menyangka ada pertunjukan bisa sebagus ini, padahal cuma iseng-iseng nonton karena ngisi waktu di malam minggu,” katanya.
Marta yang hadir seorang diri berharap pertunjukkan seperti itu bisa diselenggarakan di hari-hari berikutnya.
Senada, Maulana Andreanto mengatakan pertunjukan-pertunjukan seperti itu harus dilestarikan.
“Ini kan bagus, menujukkan bahwa tari tradisional itu bisa juga dikombinasikan dengan tarian yang lebih modern. Anak muda harus lebih kreatif biar gak kalah sama zaman,” ungkapnya.
Dia juga berharap, pemerintah terus memberikan fasilitas bagi para pegiat seni untuk terus melestarikan budaya lokal dan berinovasi.(ihz/dfn/rid)