Selain jadi hari yang suci, momen Lebaran biasanya juga memiliki stigma aksi kejahatan yang marak terjadi.
Menanggapi hal tersebut, Prof. Dr. Nursyam Guru Besar Sosiologi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (Uinsa) Surabaya mengatakan meningkatnya kebutuhan masyarakat saat Lebaran, menjadi salah satu pemicunya. Bagi mereka yang tidak bisa memenuhi kebutuhan tersebut, lanjut dia, akhirnya mencari jalan pintas dengan melakukan aksi kejahatan.
Sebagai langkah antisipasi, Sosiolog Uinsa meminta masyarakat mewaspadai dua lokasi yang sering dijadikan melancarkan aksi kejahatan, yakni jalanan dan rumah kosong.
“Yang pertama di jalanan. Dalam bentuk penjambretan, dalam bentuk perampasan barang milik pengguna jalan. Kedua, rumah kosong yang ditinggal yang punya rumah,” paparnya pada suarasurabaya.net, Minggu (1/5/2022).
Menurut Nursyam, ada beberapa hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk mewaspadai potensi terjadinya aksi kejahatan tersebut.
“Di jalan jangan pakai HP sambil naik sepeda motor. Itu sangat mudah dijambret orang. Bawa tas hati-hati, jangan sembrono biar tidak menimbulkan semangat orang melakukan tindakan kejahatan dan hindari jalan umum yang sepi tanpa lampu. Kemudian, kalau harus meninggalkan rumah karena mudik harus koordinasi dengan baik dengan keamanan kampung termasuk RT/RW,” jelas Nursyam.
Selain dua lokasi tersebut, lanjut Nursyam, bukan tidak mungkin bagi pelaku akan beraksi di tempat-tempat umum seperti pasar maupun mall. Karena biasanya, mereka juga memanfaatkan kelengahan dari target atau sasaran aksi kejahatan.
“Kalau di tempat sepi hati-hati. Kalau di tempat umum jangan lengah,” tegasnya.
Nursyam menilai, para pelaku kejahatan saat ini tidak hanya melancarkan aksinya pada malam hari.
“Prinsipnya harus hati-hati. Tidak siang, tidak malam, tidak sepi, tidak ramai, kalau orang sudah nekat bisa melakukan segalanya. Tuntutan Hari Raya yang bersifat fisikal menyebabkan orang itu nekat. Bayangkan anaknya minta baju, keluarga minta sesuatu lebih untuk merayakan Hari Raya, tapi orang tidak punya sumber ekonomi yang cukup, bisa nekat melakukan hal semacam ini,” jelasnya.
Jika sudah terlanjur menjadi korban, Nursyam mengaku tiap orang memiliki cara tersendiri untuk mengatasi. Hal ini bergantung pada kesiapan mental masing-masing.
“Ada orang yang secara mental mampu mempertahankan karena punya kelebihan fisik, ilmu bela diri, dan masih ada peluang bisa mempertahankan hak miliknya. Yang bisa dilakukan itu teriak, dengan teriak ada orang di sekeliling yang bisa menolong kalau di tempat ramai. Kalau sepi, kesiapan mental kita jadi penentu mau melawan atau tidak,” tambahnya.
Sementara itu, ungkap Nursyam, ada tiga faktor yang menyebabkan aksi kejahatan bisa dilakukan, yakni adanya peluang, kesempatan dan adanya potensi untuk melakukan aksi tersebut.
“Kalo ketiganya diblokir sedemikian rupa akan mengurangi,” imbuhnya.
Menurut Nursyam adanya pos pengamanan dari petugas gabungan TNI-Polri dan pihak terkait lain yang tersebar di beberapa titik selama Lebaran ini, akan cukup efektif untuk menjaga keamanan. Paling tidak, turut mengecilkan peluang dan kesempatan tindak kejahatan.
“Tapi paling penting kitanya sendiri harus hati-hati,” pungkasnya (lta/bil/iss)