Harvey Weinstein dikenal sebagai figur berpengaruh di industri perfilman Hollywood. Berita bahwa Weinstein memanfaatkan kekuasaannya untuk melakukan pelecehan seksual, merebak pada suatu waktu.
Perlahan tapi pasti, mulai banyak korban yang berani angkat bicara. Kejahatan seksual produser film ini dilakukan sejak beberapa dekade lalu dan lebih dari 80 perempuan, termasuk aktris terkenal, mengaku jadi korbannya.
Dikutip dari Antara pada Minggu (27/11/2022), Gerakan #MeToo mungkin tak akan mengemuka tanpa andil dari jurnalis-jurnalis yang berhasil menguak skandal memalukan di Hollywood dan mengorek kesaksian dari para korban yang selama ini tak berani berbicara.
Perjuangan untuk mempublikasikan artikel investigasi mengenai korban-korban Harvey Weinstein diceritakan dalam film “She Said” yang mengikuti perjalanan dua jurnalis investigasi New York Times: Jodi Kantor (Zoe Kazan) dan Megan Twohey (Carey Mulligan) dalam menyelidiki pelecehan seksual di Hollywood.
Kombinasi Kantor dan Twohey tampaknya memang cocok untuk isu ini. Twohey pernah membuat laporan investigasi tentang kesaksian perempuan yang menuduh Donald J. Trump melakukan pelecehan seksual hingga mengungkapkan jaringan di mana orang tua membuang anak-anak adopsi yang tidak diinginkan.
Sementara itu, tulisan Kantor mengenai perempuan bekerja dan menyusui telah menginspirasi pembaca untuk membuat tempat untuk menyusui yang kini tersedia di bandara dan lokasi-lokasi lain di negara tersebut.
Dibantu oleh Rebecca Corbett sang editor, keduanya menjadi salah satu yang terdepan dalam menyelidiki sisi gelap dari Hollywood dan Harvey Weinstein.
Tanpa mengetahui bahwa artikel yang mereka tulis bakal jadi salah satu titik balik yang penting di dunia, Jodi Kantor dan Megan Twohey secara ulet mencari narasumber yang bersedia untuk bicara mengenai rumor pelecehan seksual yang terkait dengan Harvey Weinstein.
Sulit untuk menjadi orang pertama yang berani menyatakan kebenaran, apalagi jika mereka berada di tengah dunia yang berpihak kepada penguasa dan ancaman bahwa nasib mereka tidak akan lebih baik bila kebusukan si produser terbongkar.
Weinstein punya nama besar di dunia film. Tidak banyak orang yang berani melawan bila mereka masih ingin berkarir di dunia tersebut.
Maka, tak heran bila Kantor dan Twohey berkali-kali seakan menemui jalan buntu.
Jika memang ada korban yang ingin bicara, mereka tak mau dikutip alias “off the record” karena trauma, khawatir akan keselamatan, atau karena takut melanggar kesepakatan tutup mulut. Ada juga perempuan yang kapok untuk buka suara, sebab dia justru mendapat label tukang bohong atau delusional di tengah dunia yang berpihak kepada laki-laki.
Disutradarai oleh Maria Schrader, “She Said” menjadi jendela untuk mengintip cara kerja jurnalis investigatif dalam menghimpun informasi untuk isu-isu sensitif.
Pekerjaan mereka tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selain karena rasa takut korban yang masih tersisa meski puluhan tahun telah berlalu, kuasa Weinstein dan jejaringnya yang kuat membuat dua jurnalis ini juga menghadapi ancaman demi ancaman.
Sudut pandang perempuan menjadi fokus utama dalam “She Said”. Itulah mengapa Schrader juga memasukkan detail yang menggambarkan perjuangan seorang ibu dalam bekerja, termasuk sindrom baby blues yang dihadapi setelah melahirkan.
Kantor dan Twohey juga menjalani peran ganda sebagai seorang istri dan ibu di rumah. Mereka harus menyeimbangkan kehidupan rumah tangga dan pekerjaan yang penuh tekanan tenggat waktu.
Tidak jarang mereka harus bepergian jauh dari keluarga untuk memburu narasumber hingga ke tempat yang jaraknya terpisah ribuan kilometer.
Mungkin perempuan yang duduk di bangku penonton, khususnya yang telah memiliki buah hati, bisa ikut merasakan gundahnya hati Kantor ketika hanya bisa berinteraksi dengan buah hati lewat layar komputer setelah melewati hari yang berat dan panjang.
Sutradara mengatakan ada banyak perempuan di kisah “She Said” yang punya peran sebagai ibu dan penting bagi film ini untuk menyampaikan bahwa apa yang diupayakan oleh dua jurnalis ini adalah memastikan buah hati mereka kelak berada di lingkungan yang jauh lebih baik dan bebas dari kekerasan seksual.
Meski bukan film thriller, tetap ada rasa tegang yang ditimbulkan karena isu yang disentuh oleh dua jurnalis ini sangat sensitif, mereka juga harus bergerak mengikuti petunjuk-petunjuk dari pernyataan para saksi sembari meyakinkan agar apa yang mereka bicarakan bisa dikutip sebagai sumber kredibel.
Di film ini, pengalaman buruk dari pelecehan seksual yang dilakukan Weinstein digambarkan lewat pernyataan saksi, sama sekali tidak ada adegan-adegan eksplisit. Harvey Weinstein juga tidak ditampilkan di dalam layar, hanya ada sekilas penampakannya dari belakang.
Penonton yang familiar dengan cara kerja di dalam media, bisa ikut bersimpati dengan Kantor dan Twohey karena memang butuh waktu dan kerja keras untuk mengungkapkan fakta yang terkubur selama sekian tahun.
“She Said” adalah kisah nyata tentang orang-orang, sebagian besar adalah perempuan, yang mengumpulkan keberanian untuk bicara dan mencari keadilan.
Berkat saksi-saksi yang mengenyahkan rasa takut dan bersedia memberikan pernyataan mengenai pengalaman mereka yang pahit bersama Weinstein, korban-korban lain yang selama ini tidak bisa bersuara akhirnya punya kesempatan untuk didengarkan oleh dunia, berharap agar apa yang mereka alami tidak akan terulang di masa depan.
Setelah artikel mereka diterbitkan, ada lebih banyak perempuan yang berbondong-bondong berbagi kejadian buruk tentang Harvey Weinstein dan pria-pria lainnya yang berkuasa di dunianya masing-masing.
“She Said” jadi pengingat bahwa sistem yang tidak berpihak kepada sebagian orang bisa dihadapi dengan cara menyatukan kekuatan dan jurnalis sejatinya bertugas untuk memberikan suara bagi orang-orang yang tidak bisa bersuara di tengah masyarakat.
Sebagai informasi, “She Said” yang didistribusikan Universal Pictures sudah tayang di bioskop.(ant/rum/iss)