Perjalanan hari pertama kru Suara Surabaya di KRI Makassar 590, Jumat (20/5/2022), dilanjutkan dengan acara makan malam. Ini adalah momen yang kami tunggu-tunggu setelah seharian mengikuti rangkaian acara. Perut kami sudah keroncongan. Saya juga penasaran menu apa saja yang disajikan di kapal tempur ini.
Seperti saya ceritakan di artikel sebelumnya, kru Suara Surabaya mendapat kehormatan untuk menumpang kapal tempur KRI Makassar 590 selama tiga hari mulai 20-22 Mei 2022 bersama siswa SMA Negeri Taruna Nala Jawa Timur dalam rangkaian Pelayaran Kebangsaan dan Bahari.
Empat kru Suara Surabaya yang berangkat yaitu Aprilio Abie, penyiar; Nadaa Ramadhanty, kreator konten; Dimas Wahyu Aditya, editor grafis; dan saya, Manda Roosa, reporter.
Kami berjalan menuju Deck F untuk makan malam. Lokasinya tidak jauh dari kamar kami di Deck G. Beberapa meja makan bundar sudah tertata rapi untuk menyambut penumpang. Satu meja untuk empat orang. Menu makanan ditata prasmanan.
Ada peraturan yang harus dipatuhi saat makan malam. Sebelum dimulai, ada bunyi lonceng pertama sebagai penanda berdoa. Bunyi lonceng kedua mengucapkan selamat makan. Kemudian menunggu giliran menuju meja prasmanan. Semua dilakukan dengan tertib.
“Lonceng itu bukan untuk memperpanjang waktu makan melainkan ini standar internasional,” kata Kinkin Pembina Pramuka yang juga menjadi salah satu pemateri di Pelayaran Bahari.
Jika sudah selesai makan, kami tidak boleh langsung meninggalkan ruangan. Harus menunggu hingga satu ruangan selesai makan. Kemudian lonceng akan dibunyikan sambil mengucapkan terima kasih.
Kinkin mengatakan, bel ini hanya berlaku pada makan siang dan malam saja.
Menu makan malam yang disajikan benar-benar memancing selera. Bobor bayam, kare ayam, tahu bumbu bali, sambal goreng kentang ampela, dilengkapi dengan kerupuk dan sambal. Rasanya nikmat, mengingatkan akan menu rumahan. Sebagai makanan penutup ada puding cokelat yang disajikan dengan vla keju, serta jagung manis dan keju parut.
Suasana ruang makan cukup tenang. Saya melihat semua orang hikmat menikmati makanannya. Tiba-tiba saya tersadar. Hanya saya dan Dhanty yang sesekali asyik mengecek ponsel kami. Saya iseng bertanya kepada Marcelino, salah satu siswa yang satu meja dengan kru Suara Surabaya.
“Selama pelayaran kami memang tidak diperkenankan membawa ponsel,” kata siswa kelas XI SMA Negeri Taruna Nala Jawa Timur itu. Sontak saya memberitahu Dhanty, rekan saya, untuk tidak mengecek ponsel dulu, sampai makan malam selesai.
Saat kami sedang menikmati makanan, tiba-tiba kapal bergoyang keras. Goyangan kapal ini membuat meja sedikit bergetar, tapi tidak sampai membuat gelas dan piring bergeser.
Setelah makan malam sambil digoyang ombak, malam itu tidur kami terusik suara kuntilanak dan lolongan serigala. Penasaran? Bersambung. (man/iss)