Jumat, 22 November 2024

No Gadget Saat Libur Sekolah Perlu Komitmen antara Orang Tua dan Anak

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Ilustrasi anak-anak bermain gadget. Foto: iStock

Masa libur sekolah adalah waktu yang paling dinanti orang tua dan anak. Bagi anak, itu adalah waktu untuk bebas dari tugas sekolah. Sementara bagi orang tua, ini adalah momen untuk quality time dengan keluarga.

Namun di era digital saat ini, libur sekolah bagi anak adalah waktu bagi mereka bermain gadget sepuasnya. Anak-anak sudah tidak disibukkan dengan kegiatan akademis maka peralihannya akan tertuju pada gadget.

Bila tidak dibatasi aksesnya, anak juga dikhawatirkan akan mengalami kesulitan masa transisi dari libur menuju masuk sekolah.

Menurut Nurul Hidayati M.Psi.,  Dosen Psikologi Universitas 45 Surabaya, menciptakan liburan tanpa gadget adalah tantangan terbesar di era digital seperti sekarang. Namun di manapun dan apapun aktivitas liburannya, menciptakan suasana vakansi tanpa HP bisa saja dilakukan asal orang tua dan anak sama-sama berkomitmen. Karena seringkali orang tua meminta anak membatasi gadget, namun dirinya sendiri yang bermain gawai tanpa kenal waktu.

“Kesepakatan jangan dibuat waktu di jalan, buat kesepakatan itu sebelumnya. Misalnya mau menuju suatu kota, selama di jalan berapa lama dia boleh buka gadget. Misalnya 10 menit, orang tua juga harus komitmen agar di jalan kita bisa enjoy di perjalanan. Misalnya ngobrolin apa yang ada di jalan, kalau anak kecil itu imajinasinya luar biasa juga. Orang tua ikuti imajinasinya agar terus  berinteraksi dengan anak-anak,” kata Nurul saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Sabtu (2/7/2022).

Dalam membuat kesepakatan dengan anak pun, ada triknya. Nurul menjelaskan, komunikasinya disesuaikan dengan tingkatan usianya.

Pada anak usia 0-5 tahun, bisa dinegosiasikan untuk menonton YouTube selama 15 menit saja dalam sehari saat liburan. Namun pada anak usia sekolah dasar atau di atasnya yang memang sudah ber-gagdet ria, maka negosiasinya bukan lagi pada batasan waktu.

“Biasanya kalau sampai di destinasi wisata sekarang mereka suka merekam lalu posting di media sosial. Kita bisa bikin kesepakatan kalau merekam boleh, tapi ngedit dan postingnya nanti. Kalau sudah begini otomatis orang tuanya juga harus menahan diri,” jelasnya.

Memberi pemahaman ini kepada semua pihak baik orang tua maupun anak diakui Nurul tidak mudah. Namun bukan berarti tidak bisa diwujudkan.

“Kalau ngobrol sama anak itu harus dari hati ke hati, disesuaikan sama usianya. Saat kita (orang tua) mengakses gadget agak lama, bisa kita sampaikan ke anak kalau sedang ada pekerjaan kantor. Ini disampaikan dengan penuturan yang jelas dan sesuai pemahaman anak,” jelas Nurul.

Momen liburan sejatinya adalah waktu untuk me-refresh pikiran dan jiwa serta kembali terhubung dengan anggota keluarga yang sayang bila dilewatkan. Bila gadget hadir di tengah momen itu, tentu akan mengurangi quality time keluarga.

“Semua panca indera harus terkoneksi kalau mau bonding dan quality time antar anggota keluarga. Ketika komunikasinya berjalan melalui gadget, seperti orang tua menanyakan kabar lewat chat, lebih baik ketika bersama harusnya jadi momen ngobrol secara langsung,” tukasnya.(dfn/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs