
Soroti kehidupan penyandang disabilitas tuli, film berjudul Life of Silence produk mahasiswa UK Petra Surabaya sekaligus ingatkan masyarakat keberadaan teman-teman tuli di antara mereka.
Film Life of Silence (LOS) bergenre Dokumenter Biografi itu dibuat oleh Thomas Lesmono, Chellent Karunia, Putri Kurnia, Sisilia dan Nicholas Abdiel. Ke limanya adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya. Berdurasi 20 hingga sekitar 25 menit film ini berkisah mengenai tokoh utamanya, Maulana Aditya. Sosok pemuda aktivis tuli asal kota Pasuruan.
Film ini merupakan project Akhir Semester dari mata kuliah Film Dokumenter. Thomas Lesmono dan kelompok berinisiatif mempublikasikan filmnya kepada khalayak bekerjasama dengan CGV.
“Lewat diskusi dan segala masukan diharapkan semakin menyempurnakan produk komunikasi yang dihasilkan oleh Thomas dan kawan-kawan ini, ” terang Daniel Budiana, S.Sos., MA., dosen pengajar Mata Kuliah Film Dokumenter, Rabu (5/1/2022).
Kisah yang diambil adalah kehidupan sehari-hari Maulana Aditya dalam menjalankan aktivitas kesehariannya mulai berbisnis dan bersosialisasi bahkan pergumulannya sebagai kaum difabel di Indonesia. Tidak main-main, kelompok mahasiswa angkatan 2019 ini pun melakukan serangkaian observasi terlebih dahulu dengan cara observasional dan wawancara.
“Kami membutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk membuatnya, sejak bulan September. Prosesnya kami menentukan topik film, menetukan konflik dan alur cerita. Baru kemudian kami membuat jadwal syuting lalu syuting baru kami melakukan editing, ” papar Putri Kurnia.
Jika dicermati, dari film LOS ini ada beberapa pernyataan yang disampaikan dengan Bahasa isyarat oleh tokoh utama. Maka dari itu beberapa peristiwa penting bahkan direkam menggunakan kamera statis agar dapat fokus pada narasumber yang sedang bercerita.
Sementara itu, Thomas Lesmono yang berperan sebagai sutradara dalam film LOS ini mengungkapkan harapannya dengan adanya film ini maka masyarakat luas akan semakin menghargai keberadaan teman Tuli.
“Tim kami merasa lingkungan sekitar kami belum sadar dan peduli terutama dengan teman-teman tuli. Maka dari itu, kami ingin membuat sesuatu yang bisa menjadi pengingat bagi masyarakat tentang kondisi teman-teman tuli, ” tutup Thomas Lesmono.
Pada screening film Life of Silence beberapa waktu lalu, hadir Agustinus Dwi Nugroho, akademisi sekaligus pengurus komunitas film Montase, Yogyakarta sebagai penanggap.
Sebagai pribadi yang berpengalaman dalam memproduksi film dokumenter dan film fiksi serta rajin mengikuti beberapa festival di dalam maupun luar negri, kehadiran Agustinus Dwi Nugroho memberikan banyak masukan kepada Thomas dan kawan-kawan semakin menyempurnakan karya mereka.(tok/iss/ipg)