Komunitas Lukis Cat Air (Kolcai) Surabaya menggelar pameran lukisan cat air di Basement Alun-Alun Surabaya mulai tanggal 20 – 30 Oktober 2022. Sebanyak lebih dari 30 lukisan dengan berbagai ragam tema dipamerkan.
Budi Bi Wakil Ketua Kolcai mengatakan salah satu tujuan diadakannya pameran ini adalah untuk mempopulerkan kembali seni lukis dengan media cat air.
“Kebanyakan lukisan itu kalau tidak cat minyak ya cat akrilik. Kalau lukisan cat air itu bisa dibilang jarang banget di pameran Surabaya. Jadi kita mempopulerkan lagi, bahwa lukisan atau seni dengan cat air itu juga tidak kalah bagus dengan media-media lukis lain. Karena semua media lukis itu pasti mempunyai keunikan tersendiri,” ujar Budi saat ditemui suarasurabaya.net, Rabu (26/10/2022).
Budi menjelaskan lebih lanjut, keunikan dari cat air ialah sifatnya yang transparan.
“Keunikan cat air itu tidak bisa dihapus dan ditumpuk. Dia bersifat transparan, jadi lebih banyak air tetapi pigmen catnya sedikit, itu yang membedakannya dengan media lukis lain. Jadi kalau misalkan salah lukis, sulit untuk memperbagusnya lagi. Istilahnya itu sekali gores harus diusahakan benar,” tuturnya.
Terdapat beberapa karya lukisannya yang dipajang dalam pameran ini, salah satunya adalah bertema penari budaya Indonesia.
“Ada sepuluh seri lukisan, tetapi yang dipajang hanya tiga. Maksud dari lukisan ini saya sedang membuat seri lukisan penari budaya seluruh Indonesia. Biar orang mengenal seni Indonesia lewat sudut pandang saya yakni dengan cat air,” Imbuhnya.
Budi berharap, ke depan lukisan cat air bisa semakin dicintai oleh banyak orang termasuk kolektor dan anak muda.
“Sebagai seorang praktisi cat air saya berharap bahwa lukisan cat air itu makin dicintai oleh banyak orang dan banyak kolektor. Juga semakin banyak anak muda yang ikut berkarya dengan media cat air,” kata Budi.
Sementara Amitri salah satu pengurus Kolcai menceritakan arti dari salah satu lukisan cat airnya berjudul Si Mbok yang bertemakan kepahlawanan.
“Si Mbok itu sosok ibu yang juga pahlawan dari keluarganya. Tampak dari raut wajahnya itu saya ambil dari figur ibu-ibu Indonesia zaman dulu. Sekarang sudah jarang ya ibu-ibu Indonesia memakai kebaya, sewek, tenggo dan selendangnya itu,” ujarnya.
Amitri melanjutkan, dulu nenek saya penampilannya seperti itu, beliau berjuang dengan menjual hasil kebunnya dipasar supaya anak-anaknya bisa makan dan bertahan hidup, jadi saya terinspirasi olehnya.
Sementara Ratna, salah satu pengunjung mengatakan pameran tersebut harus diadakan lagi untuk mengangkat kembali kebudayaan Indonesia.
“Harus ada pameran-pameran seperti ini lagi sih menurutku, karena kalau dilihat kan generasi millenial yang sekarang lebih suka ke tempat-tempat yang kekinian. Tadi kan banyak anak-anak yang datang ke sini jadi bisa mengangkat lagi lah untuk budaya-budaya Indonesianya,” kata Ratna.
Ratna menyarankan agar pameran seperti ini diadakan lagi dengan tema di setiap deretan lukisan berbeda-beda.
“Cuman ini sih tadi menurutku temanya agak terlalu campur ya, jadi ada yang budaya jawa terus campur ke tema yang lain. Mungkin sarannya bisa dipisah, satu deret tentang budaya Jawa, terus satu deret tentang random-random gitu,” pungkas Ratna.(gat/dfn)