dr Pungky Mulawardhana, Sp.OG (K) Spesialis Obstetri dan Ginekologi, menjelaskan gejala-gejala awal kanker ovarium yang harus diwaspadai agar bisa didiagnosis secara dini.
“Kanker ovarium adalah silent killer karena pada stadium awal umumnya tidak terdeteksi,” kata Pungky dalam webinar kesehatan, dilansir dari Antara, Sabtu (29/5/2021)
Sebanyak 70-80 persen kanker ovarium didiagonosis pada stadium lanjut di mana angka ketahanan hidupnya rendah. Namun jika penyakit itu diketahui sejak awal dan dilakukan terapi sedini mungkin, tingkat kesembuhan akan lebih tinggi sera ketahanan hidup lebih baik.
Gejala-gejala awal kanker ovarium tidak spesifik, tapi tetap harus diwaspadai, seperti perut terasa kembung, perut terasa sering penuh ketika makan, sering buang air kecil dan nyeri panggul kronis. Ciri-ciri yang tidak spesifik itu kerap membuat pasien baru memeriksakan diri ketika gejala lainnya terasa pada stadium lanjut.
Ketika kanker sudah melewati stadium awal, menurutnya, gejala yang mungkin dirasakan ialah sakit punggung, kebiasaan buang air besar yang berubah serta rasa sakit ketika berhubungan intim.
“Kanker ovarium jarang ditemukan pada stadium awal karena berkembang secara tersembunyi dan hampir tidak bergejala. Bila timbul gejala klinis, umumnya merupakan akibat dari pertumbuhan, perkembangan, serta komplikasi yang sering timbul pada tingkat stadium lanjut,” jelasnya.
Ia juga memaparkan ketika sudah pada stadium lanjut, kanker akan semakin sulit untuk disembuhkan. Operasi dan kemoterapi merupakan penanganan umum yang dilakukan.
Setelah diobati, 80 persen pasien dengan stadium 2-4 rentan mengalami kekambuhan atau rekurensi sebagian besar pada dua tahun pertama. Setelah lima tahun dilakukan pemantauan secara berkala, jika tidak ada keluhan, pasien tidak perlu memeriksakan diri lagi.
Sehingga, fokus saat ini ialah deteksi, diagnosis, serta terapi dini.
“Pada kanker ovarium stadium awal, di mana penyakit ini masih terbatas di ovarium, penanganan dan pengobatan memiliki kemungkinan besar untuk berhasil,” ujarnya.
Ia mengatakan, saat ini, operasi masih menjadi momok bagi sebagian masyarakat sehingga mereka enggan untuk memeriksakan diri karena khawatir untuk melewati itu. Mereka juga cenderung baru ke dokter ketika keluhan betul-betul terasa nyeri.
“Kalau tidak nyeri hebat, tendensinya tidak ke dokter,” kata dia.
Ia menambahkan, bagi permepuan yang aktif secara seksual, pemeriksaan bisa dilakukan dengan USG transvaginal, pencitraan menggunakan gelombang suara yang dipancarkan lewat vagina untuk memeriksa organ reproduksi. Gambar yang didapatkan dengan USG transvaginal lebih akurat.
Sedangkan bagi yang belum melakukan hubungan intim, deteksi kanker ovarium bisa dilakukan dengan USG perut. Namun, akurasinya tidak setinggi USG transvaginal.
Mengenai faktor penyebab kanker ovarium, ia menjabarkan angka paritas yang rendah, usia yang bertambah, gaya hidup buruk seperti merokok dan stres, endometriosis dan riwayat keluarga, serta mutasi genetik bisa jadi pemicunya.
Ia juga menyarankan masyarakat untuk berhubungan seks secara aman, tidak merokok, menjalani vaksinasi HPV, memeriksa kandungan secara rutin dengan USG, pap semar dan deteksi dini kanker mulut rahim, juga memeriksakan diri ke tenaga medis bila ada keluhan.(ant/frh/iss)