Jumat, 22 November 2024

Menengok Kembali Wajah Lain Dolly

Laporan oleh Tim Redaksi
Bagikan
Dolly Saiki Point. Foto: Ilham suarasurabaya.net

Dolly yang sempat tercatat sebagai kawasan lokalisasi terbesar dan terluas di Asia Tenggara masih terus membenahi dirinya hingga saat ini setelah penutupannya tahun 2014 silam.

Dolly atau Gang Dolly adalah nama sebuah kawasan yang pernah jadi tempat lokalisasi pelacuran yang terletak di daerah Jarak, Putat Jaya, Kota Surabaya, Jawa Timur, Indonesia.

Salah satu yang berusaha mengubah image lokasi ini adalah Bang Jarwo.

Tidak mau terpuruk karena Dolly ditutup, Bang Jarwo yang pernah menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait penutupan Dolly ini bangkit dan memulai bisnis tempe.

Ia mengakui penghasilan dari Dolly cukup banyak, namun penghasilan itu tidak bertahan lama. “Jualan tempe itu lebih berkah, mau ngapa-ngapain itu mikir wah susah cari duit,” kata Jarwo.

Jarwo, produsen tempe Bang Jarwo dari Gang Dolly, Surabaya. Foto: Ilham suarasurabaya.net

Selain Bang Jarwo dengan produk tempenya, Fitri pemilik rumah batik jarak arum juga turut membangun image Dolly menjadi lebih baik.

Sama seperti Bang Jarwo, dulunya Fitri juga ikut merasakan penghasilan dari keberadaan Dolly. Ia menyediakan jasa jahit dengan wanita-wanita malam pekerja Dolly sebagai pelanggannya.

Fitri juga mengakui penghasilannya dulu cukup banyak, tapi ia juga merasa pengeluarannya pun juga banyak. “Mungkin ya kurang barokah itu”, tambahnya.

Melalui bantuan pemerintah dan berbagai pelatihan yang diikuti, keduanya kini sudah memiliki pegawai dan banyak memberikan pelatihan pada warga lainnya.

Selain mereka yang berjuang dan hidup di sana, kesaksian wajah lain Dolly juga disampaikan oleh beberapa narasumber Kelana Kota yang pernah bersinggungan langsung dengan Dolly.

Trisnadi Marjan wartawan foto kantor berita Amerika Serikat yang bertugas di Surabaya ikut tertarik dan punya kesan tersendiri terhadap Dolly.

Pria yang sudah menjadi fotografer sejak tahun 1998 ini menyebut memiliki dua pengalaman berkesan saat memotret, yaitu saat Gunung Semeru meletus dan memotret Dolly.

Trisnadi pernah mengadakan lomba baca Al-Quran sebagai bentuk pendekatan untuk memotret. Dia heran para Pekerja Seks Komersial (PSK) mampu melantunkan ayat suci dengan bagus, beribadah, berpuasa dan ada yang memutuskan berhenti menjadi PSK.

Luhur Kayungga Sekjen Dewan Kesenian Surabaya (DKS) juga menyebut keputusan Pemerintah menutup Dolly merupakan keputusan yang positif.

“Persoalan di Dolly bukan tentang buka atau tutup, tetapi masyarakat yang tinggal di situ,” kata Luhur.

Ia menyebut keterlibatan banyak pihak berupa dukungan moral berperan penting untuk perubahan Dolly.

Misalnya Komunitas Melukis Harapan yang membantu mengembangkan kreativitas dan ekonomi warga Dolly. Komunitas yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat ini saat ini fokus menyelesaikan permasalahan ekonomi Dolly. Dengan cara menciptakan aktivitas baru untuk menggantikan aktivitas lama sehingga bisa menggerakan ekonomi.

Komunitas ini membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang digerakkan warga sekitar sebagai tour guide. Pengunjung bisa mengakses informasinya melalui  situs www.wayahedolly.com untuk membeli tiket dan paket wisata seperti membatik dan sebagainya.(mar/dfn/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs