Sabtu, 23 November 2024

Kembalinya Mesin Pembunuh Veteran Perang “Don’t Breathe 2”

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Stephen Lang dan Madelyn Grace dalam film "Don't Breathe 2". Foto: Antara

Para penonton “Don’t Breathe” (2016) tentu mengetahui karakter The Blind Man yang bernama Norman Nordstrom yang diperankan oleh Stephen Lang. Karakternya kejam, sadis, sekaligus tangkas saat membunuh orang meski usianya sudah senja dan buta.

Di film pertama itu pula, mungkin bagi sebagian penonton rasanya sulit untuk melabuhkan keberpihakan kepada para karakter selama adegan-adegan pertama berlangsung.

Kadang-kadang penonton diajak berempati terhadap sosok Rocky yang diperankan oleh Jane Levy, dengan latar belakang keluarganya seolah-olah menjadi pembenaran atas tindakan pencurian yang dia lakukan.

Di awal adegan film penonton akan diajak berpihak kepada tuan rumah Nordstrom. Sebab, siapa pun yang rumahnya dibobol oleh pencuri tentu tak akan terima begitu saja dan ingin melakukan perlawanan.

Seiring berjalannya adegan demi adegan, persepsi penonton akan berubah karena kakek tunanetra ini membunuh dengan kejam siapa pun yang mengusik kehidupannya dan memperkosa tawanannya.

Dilema akhir cerita “Don’t Breathe” sangat bisa ditebak. Bagaimana pun, polisi lebih mepercayai dalih tuan rumah dan menganggap aksi pembunuhan kakek tunanetra itu sebagai pertahanan diri, alih-alih ada motif lain di baliknya.

Sementara jika Rocky melapor kejahatan yang dilakukan Nordstrom, ia juga berpeluang masuk penjara karena telah mencuri uang di rumah si kakek.

“Dalam ‘Don’t Breathe’, akan sulit bagi anda untuk berpihak. Kami mencoba hanya memberikan fakta tentang apa yang dilakukan karakter, dan menciptakan situasi kompleks di mana penonton dapat berselisih,” kata Fede Alvarez Sutradara Film itu dari Antara, Sabtu (16/10/2021).

Berlatar delapan tahun setelah film pertama, sekuel kedua kembali menghadirkan Nordstrom sebagai sentral cerita. Banyak penonton berharap sosok Rocky kembali dimunculkan dan bertanya-tanya seperti apa kehidupan setelah dia lolos dari rumah si kakek tua.

Namun, sutradara dan penulis skenario sepakat menghadirkan semesta lain dengan menempatkan gadis kecil bernama Phoenix (diperankan oleh Madelyn Grace) yang menjadi bagian dari kehidupan Nordstrom. Artinya, tidak ada jejak Rocky di sekuel kedua ini.

Jika film pertama mendorong penonton untuk tak sepenuhnya berempati kepada Nordstrom, “Don’t Breathe 2” justru lebih banyak menyajikan dimensi kehidupan manusiawi si veteran itu.

Sekuel kedua sebetulnya telah memberi panggung terhadap sosok Nordstrom dan Phoenix. Sayangnya, kesempatan itu tidak digunakan lebih baik.

Penonton memang disuguhkan eksplorasi sosok Phoenix namun tidak dengan Nordstrom yang hanya tampak seperti sosok setengah matang.

Jika bicara soal intensi ketegangan sebagai ciri khas genre horror thriller, rasanya film pertama juga jauh lebih membekas di benak penonton daripada sekuel kedua.

Meski demikian, “Don’t Breathe 2” patut diacungi jempol dari segi laga. Cara Nordstrom membaca medan dengan mengandalkan indera pendengaran dan penciuman, juga cara membaca lawan, serta gerakan perkelahiannya yang jauh lebih baik dari film pertama.

Sekuel kedua film ini sudah dapat dinikmati di bioskop tanag air sejak Jumat (15/10/2021), setelah sebelumnya dirilis di Amerika Serikat pada Agustus lalu. Menonton “Don’t Breathe 2” di bioskop dengan privilese medium audio dan layar tentu dapat menghadirkan sensasi tersendiri bagi penonton.(ant/wld/den)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs