Bagi sebagian orang, waktu ideal untuk olah raga ialah pagi hari, namun bagi sebagian lainnya, ialah sore hari setelah beraktivitas. Sebenarnya kapan sih waktu ideal untuk berolahraga? dr. Dewa Nyoman Sutanaya memberikan informasinya melalui Radio Suara Surabaya.
“Kalau masalah waktu yang sangat ideal ya, semua sebenarnya ada plus minus. Kalau misalnya pagi, plusnya ya istilahnya kalau cari pembakaran lemak ya pagi. Tapi kalau kita ada waktunya baru sore ya gak masalah. Karena studi menyebutkan, sore sekitar pukul dua sampai lima itu juga salah satu waktu yang tepat untuk berolahraga,” ungkapnya pada Minggu (20/6/2021).
Ia beranggapan kalau mencari waktu yang ideal, kebanyakan orang banyak beralasan. Sehingga menurutnya, setiap orang bisa memiliki waktu olahraga kapan pun selama mereka sempat.
“Nah yang perlu diperhatikan kalau jam bagi saya itu pada dasarnya bebas, kalau kita mencari yang ideal itu istilahnya banyak excusenya, mendingan kita gak usah mikirkan itu dulu, kapanpun kita sempat kita olahraga,” ungkapnya.
Namun, ada satu waktu yang menurutnya perlu menjadi perhatian khusus, yaitu malam hari, karena sudah terlalu banyak aktivitas yang dilakukan selama satu hari.
“Malam hari itu perlu diperhatikan, soalnya sudah komulatif dari seharian bekerja atau beraktivitas, sehingga ini yang perlu diperhatikan terutama masalah waktunya. Kalau udah komulatif terus kita paksakan apa sih resikonya? Resiko dari komulatif tadi bisa jadi fetic dan cedera. Karena badan kita sudah lelah, apalagi kalau pekerja fetic pasti sangat exhausted ya, sangat lelah sekali,” jelasnya.
Selain waktu, hasil olahraga yang tidak terlihat dalam waktu dekat juga seringkali menjadi masalah. Bagi kebanyakan orang, jika tidak ada perubahan, berarti olahraganya tidak bermanfaat sehingga tidak mau melanjutkan. Ia memaparkan sebenarnya olahraga yang dilakukan selama tiga bulan misalnya, sudah bisa terlihat hasilnya.
“Nah biasanya kenapa orang ini gak konsisten? Karena satu hingga dua bulan pertamanya adalah masa-masa paling rawan, itu mereka tidak melihat hasil perubahan yang signifikan. Kenapa? Ya kebetulan salahnya sendiri, ya karena dia terlalu berlebihan, karena faktor dia nggak tahu gerakannya, dan lain sebagainya.” papar juru bicara RS Royal Surabaya ini.
Ia menambahkan, jika selama tiga bulan sudah melakukan pola makan dan pola latihan yang baik, hasilnya akan terlihat. Sehingga perlu konsistensi untuk melakukan olahraga selama setidaknya tiga bulan.
Tak hanya itu, menuruntya, keringat yang dihasilkan ketika berolahraga diartikan sebagai hasil pembakaran lemak dan menjadi penentu keberhasilan dalam berolahraga.
“Sebenarnya keringat itu adalah mekanisme yang dilakukan oleh tubuh untuk menjaga keseimbangan. Berarti keringat itu bukan jadi tolak ukur, jangan dimaknai sebagai pembakaran lemak,” ungkapnya.
Meski ketika berolahraga, terdapat faktor sugesti dan faktor semangat yang salah satunya dilihat dari keringat. Ia tetap menegaskan bahwa keringat bukan menjadi tolak ukur, tapi bisa menajdi semangat untuk berolahraga. “Tidak ada korelasi langsung, tapi memang di satu sisi sebagai penyemangat ya oke lah,” katanya.
Hal lain yang kerap kali kurang tepat dalam pemaknaaannya ialah terkait olahraga yang meningkatkan imun sehingga bisa menghindarkan dari Covid-19. “Ketika kita berolahraga otomatis imunnya meningkat, tapi imun bukan segalanya, kalau bicara tentang Covid-19, artinya (meski rutin berolahraga) kita tetap bisa kena (Covid-19). Tapi memang secara dampak tidak terlalu berat. Sehingga jangan salah kaprah, yang paling penting tetap jaga prokes,” pungkasnya.(frh/iss)