Kota Malang segera memiliki destinasi wisata heritage yang berbeda dengan daerah lain karena akan memadukan kawasan Malioboro di Yogyakarta dan Braga di Bandung.
Sutiaji Wali Kota Malang di Malang, Selasa (2/4/2019) mengemukakan kawasan yang akan disulap menjadi destinasi wisata heritage itu adalah Kayutangan yaitu sepanjang Jalan Basuki Rahmad.
“Kawasan ini sangat mendukung wisata heritage, selain memiliki fasilitas bangunan yang mendukung dan ada sejumlah kriteria yang memang cocok,” ujar Sutiaji, seperti dilansir Antara.
Politikus Partai Demokrat itu mengatakan Yogyakarta memiliki Maliboro dan Bandung memiliki Braga. Dan, Kota Malang akan memadukan keduanya dengan sentuhan-sentuhan khas Malang, sehingga berbeda dengan wisata heritage di kota atau daerah lain.
Sutiaji mengatakan tahapan untuk menyulap Kayutangan menjadi kawasan wisata heritage dimulai tahun ini dan saat ini sudah dilakukan proses penyusunan design detailnya (DED).
“Mudah-mudahan segera tuntas agar kampung wisata heritage yang dipusatkan di Kayutangan ini bisa terwujud,” ucap Sutiaji.
Sementara itu, Agung H Buana Kasi Pemasaran Disbudpar Kota Malang mengemukakan DED kawasan heritage Kayutangan dikerjakan oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).
Belum lama ini IAI juga berkonsultasi dengan Disbudpar terkait design yang akan dimunculkan di kawasan tersebut, apa saja yang akan ditonjolkan dan apa saja yang dibenahi agar kawasan tersebut benar-benar bisa bernuansa kuno, termasuk sentuhan-sentuhan bangunan dan jalannya.
Nantinya, kata Agung, ada beberapa titik yang akan ditonjolkan bangunan heritagenya, yakni di depan kantor PLN Kota Malang, titik kedua di depan Rajabaly, dan titik terakhir di depan kantor Telkom Kota Malang atau monumen patung Chairil Anwar.
Untuk mendukung kawasan wisata heritage Kayutangan tersebut, juga akan dilakukan pelebaran trotoar sekitar 4 meter dari sisi kiri ke kanan yang nantinya berfungsi sebagai pedestrian.
“Target penyelesaian DED ini sekitar dua bulan ke depan dan pada akhir tahun ini kawasan heritage Kayutangan sudah terwujud,” ucapnya.
Selain bangunan-bangunan kuno yang masih tetap terjaga, di kawasan Kayutangan tersebut, masysrakat juga masih bisa menikmati rumah-rumah dengan arsitektur kuno, sehingga Kayutangan layak menjadi kawasan wisata heritage sekaligus sejarah.
Beberapa kriteria yang mendukung kawasan Kayutangan layak menjadi kawasan heritage, selain bangunan dan rumah kuno, Kayutangan juga masih memiliki pasar “krempyeng” yang beroperasi di tengah-tengah kampung. Selain itu, juga ada sungai yang membelah Kampung Kayutangan.
Dwi Cahyono Arkeolog Universitas Negeri Malang (UM) mengemukakan Kampung Kayutangan merupakan kampung kuno yang dibuktikan dari sebuah prasasti ukir negara yang ada di masa Kerajaan Kediri akhir.
Dalam prasasti itu disebutkan sejumlah desa-desa di Daerah Aliran Sungai (Das) Brantas atau tanah yang diapit. Salah satunya adalah Kampung Kayutangan ini.
Dwi Cahyono menjelaskan Kayutangan dulunya merupakan hutan. Lalu pepohonan ini dibuka menjadi jalan setapak dari arah utara ke selatan. Pada awal 1800-an, jalan setapak itu diperbesar setelah pasukan Belanda memasuki Kota Malang, selanjutnya Belanda membuka kampung atau tempat tinggal di sepanjang kawasan Kayutangan. (ant/dwi/rst)