Dalam buku dan serial Netflix, Marie Kondo, sang pakar merapikan barang, mengatakan beres-beres bisa “mengubah secara dramatis” hidupmu.
“Mendetoksifikasi” ruang-ruang yang tak terpakai dan benda tidak berguna bisa membuat orang lebih bahagia, percaya diri dan mungkin lebih kurus, kata Kondo di “The Life-Changing Magic of Tidying Up”.
Fenomena metode beres-beres ala Kondo yang populer disebut “KonMari” langsung jadi heboh di Amerika Serikat bahkan dunia.
Berkat Kondo, ada gerakan “Inbox Zero”, sebuah langkah populer manajemen email yang menekankan mengosongkan email di tiap akhir hari.
Para pendukung Kondo mengatakan melakukan ini dapat meningkatkan produktivitas dan manajemen waktu, dan mungkin juga menurunkan stres.
Di luar filosofi peningkatan diri, ada popularitas “pornografi mengatur barang” di Pinterest dan Instagram –berisi gambar barang-barang rumah tangga, seringkali yang berkaitan dengan makanan, disusun dalam kisi-kisi yang rapi dan simetris.
Bahkan di dunia desain grafis, ada tren serupa yang menekankan pendekatan “bersih,” “sederhana,” dan “minimalis”.
Minggu ini Antara melansir dari Time, hidup berantakan memang buruk, semacam cacat pribadi atau eksistensial yang secara mental akan menyeret orang ke kondisi yang buruk. Tetapi bukti yang mendukung manfaat beres-beres masih membingungkan.
Satu studi pada 2013 menemukan bahwa ruangan yang rapi mendorong pilihan yang sehat tetapi juga pemikiran “konvensional”, sementara bekerja di ruangan yang berantakan atau tidak terorganisir mempromosikan kreativitas dan ide-ide baru.
Studi lain mengaitkan hidup berantakan dengan tingkat kepuasan hidup yang lebih rendah. Tetapi salah satu penulis penelitian itu mengatakan bahwa kekacauan tampaknya merupakan gejala dari masalah lain –yaitu, penundaan dan konsumerisme yang merajalela– alih-alih masalah itu sendiri.
“Dalam masyarakat berkelimpahan tempat kita hidup ini, saya pikir gagasan bahwa kita harus memiliki lebih banyak membuat kita kurang puas dengan kehidupan,” kata Joseph Ferrari, rekan penulis penelitian dan profesor psikologi di DePaul University di Chicago.
“Masalahnya bukan soal kelimpahan-nya, tapi kelekatan kita pada kelimpahan itu,” ujarnya.
Psikolog lain mengatakan dorongan untuk beres-beres dapat menjadi tanda kecemasan mental atau keresahan yang mendasarinya.
“Selama masa ketidakpastian, orang biasanya mencari kegiatan yang dapat membantu mereka mengendalikan ketidakpastian ini,” kata Martin Lang, seorang rekan pasca-doktoral di Universitas Harvard.
Salah satu studi Lang mengaitkan kecemasan dengan kinerja perilaku ritualistik yang berulang, dan dia mengatakan bahwa membersihkan dan mengorganisir tentu memenuhi syarat.
“Ketika hal-hal dalam hidup kita terasa di luar kendali kita, saya pikir beres-beres dapat memperkuat psikologis,” kata Michelle Newman, seorang profesor psikologi dan direktur Laboratorium untuk Penelitian Kecemasan dan Depresi di Penn State University.
“Jika Anda dapat melakukan kendali atas kotak masuk atau ruang kantor Anda, ini adalah hal-hal kecil yang dapat Anda perhatikan dan merasa nyaman,” katanya.
Beres-beres adalah tugas dengan akhir yang pasti dan memuaskan. Jadi, selain membantu orang merasakan kendali, ini juga dapat memberikan jenis resolusi yang sedikit didapat dari sifat modern yang tidak pernah berakhir.
Buruknya beres-beres
Tetapi ada kelemahan pada kegiatan beres-beres. Newman mengatakan menghabiskan banyak waktu dan energi untuk beres-beres adalah sebuah masalah.
“Berbenah menjadi patologis ketika mengganggu kemampuan Anda untuk fokus atau berfungsi, atau terlalu menyusahkan,” jelasnya.
Teknologi juga dapat berkontribusi pada ketajaman warga Amerika untuk merapikan.
“Kami sekarang menjalani sebagian besar hidup kami di ruang digital, dan ruang-ruang itu setiap hari menjadi lebih menarik dan kacau dan tidak teratur,” kata Doreen Dodgen-Magee, seorang psikolog dan penulis “Deviced!: Balancing Life and Technology in a Digital World”.
Kompleksitas dan ketidakteraturan kehidupan online mendorong banyak orang untuk mencari ketertiban dalam ruang fisik mereka, kata Dodgen-Magee.
“Tapi kemudian Anda menemukan ketika kamar atau inbox Anda dirapikan, dunia Anda tidak berhenti menjadi kompleks,” katanya.
Pada titik ini, banyak orang memutuskan lebih banyak beres-beres dan merapikan, katanya. Tetapi ini dapat menyebabkan kerapuhan kompulsif dan, tak terhindarkan, rasa gagal ketika Anda tidak bisa menjaga segala sesuatunya rapi dan tertata seperti yang Anda inginkan, ujarnya menjelaskan.
Sementara sedikit merapikan dapat menjadi pengalihan yang menenangkan, katanya, itu hanya perban sementara bukan obat penyembuh.(ant/iss)