Sabtu, 23 November 2024

Dua Cara Bikin Batik Lebih Nge-pop untuk Anak Muda

Laporan oleh Agung Hari Baskoro
Bagikan
Adien Gunarta bersama motif batik ciptaannya bertajuk Batik Parang Helvetika. Foto: istimewa

Batik, sebagai warisan dunia dari Indonesia yang telah diakui Unesco pada satu dekade silam, terus bertahan ditengah gempuran produk fashion luar negeri.

Adien Gunarta Desainer Motif Batik menilai, ada dua cara yang bisa dilakukan para perajin batik untuk menjadikan warisan nenek moyang ini lebih ngepop untuk anak muda.

“Jadi memang menurutku ada dua cara, khususnya untuk generasi muda untuk budaya batik terus lestari. Pertama adanya pengembangan motif. motifnya tidak tradisional tok, bukan hanya mengandalkan motif-motif yang sudah ada. Itu harus selalu diperbarui,” ujar Adien yang baru saja menjadi finalis kompetisi Desain Batik yang diselenggarakan oleh Kedubes Swiss untuk Indonesia.

“Kedua, dengan membikin produk fashion atau produk busana yang mengikuti zaman. jadi gak hanya batik lengan panjang, tapi banyak model-modelnya. Diaplikasikan ke banyak fashion. Jadi biar tidak dikenal formal saja, tapi bisa dipakai sehari-hari,” lanjutnya.

Untuk melestarikan batik sebagai warisan budaya Indonesia, Ia menilai perajin batik perlu merambah sektor non tradisional dari sisi teknik dan motif.

“Mereka mau gak merambah ke sektor yang non tradsional. Karena beberapa pembatik memang terikat pada pakem yang kuat. Mengembangkan batik lebih lanjut itu sesuatu yang tidak diinginkan, padahal itu cara untuk survive,” katanya.

Ia menyontohkan, beberapa motif batik yang saat ini beredar di pasaran seperti batik dengan unsur logo klub sepak bola dan karakter kartun adalah cara lumrah untuk merespon perubahan.

Ia juga berpendapat, batik printing yang saat ini marak di pasaran tetaplah produk batik. Meski tidak menggunakan teknik tulis atau cap.

“Menurutku, awalnya memang batik menggunakan canting saja. lalu ditemukan batik menggunakan cap. Cap itu kan sebenarnya sudah ada peningkatan teknologi. Terus sekarang ada batik printing dengan teknologi yang lebih baru, menurutku tetap batik. Meskipun tekniknya sduah beda. Itu kalau menurutku ya. Misalnya batik digital yang kita nikmati di internet, apakah tidak bisa disebut batik? Meskipun cuman motifnya, ya tetap batik. (batik, red) mau dipahami sebagai teknik silahkan, sebagai motif silahkan,” jelasnya.

Terkait keberadaan batik printing, Purnawan Basundoro Pengamat Budaya Unair berpendapat sama. Ia menilai, saat ini batik telah mengalami perluasan makna. Sehingga, batik printing sekalipun tetaplah batik.

“Awalnya (batik dilihat dari, red) tekniknya. Jadi menurut informasi, kata-kata batik berasal dari tik-tik-tik. Canting yang di titik-titik. Kemudian batik ini meluas, dan kemudian dipakai banyak orang. Orang tidak lagi melihat tekniknya. Tapi motif. kain yang bermotif warna warni itu dengan motif itu, ya itu batik. sudah mengalami perluasan makna. Karena makna batik meluas, yang dibikin di pabrik dalam bentuk printing tetap dianggap batik. yang sekarang dianggap batik itu motifnya. bukan lagi sebagai tekniknya,” kata Purnawan. (bas/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs