Semasa hidupnya, Djaduk Ferianto dikenal sebagai sosok kreatif yang selalu ingin berkarya. Sampai Selasa (12/11/2019) malam, beberapa jam sebelum meninggal dunia, Djaduk masih menghadiri rapat panitia Ngayogjazz 2019.
Novindra Dirantara, Board Creative Ngayogjazz, mengatakan bahwa semalam Djaduk tiba di lokasi rapat pada pukul 20.30 WIB. Wajahnya sudah terlihat pucat. Sebenarnya empat tahun belakangan ini Djaduk sudah sering sakit, tapi tidak pernah dirasa.
“Mas Djaduk orangnya tidak mau dikatakan sakit. Juga tidak bisa diam. Hampir setiap malam selalu ngajak keluar untuk ngobrol atau nongkrong membahas ide-idenya. Imajinasinya sangat banyak, kami sampai kewalahan. Pada akhirnya kami mengakui idenya selalu luar biasa,” kata Novindra kepada Radio Suara Surabaya, Rabu (13/11/2019).
Rapat usai sekitar pukul 24.00 WIB. Saat berdiri mau pamit pulang, tiba-tiba Djaduk terduduk kembali. Setibanya di rumah, Djaduk sempat mengeluh kepada Petra, istrinya, jika dadanya terasa kesemutan.
“Setelah tidur beberapa saat, Mas Djaduk mengeluh sakit lagi. Kata Bu Petra, suara Mas Djaduk sudah tidak jelas. Mungkin karena kesakitan,” ujarnya.
Petra langsung memanggil saudaranya yang rumahnya berdekatan untuk meminta bantuan. Tidak lama kemudian, sebelum sempat dibawa ke rumah sakit, Djaduk sudah menghembuskan napas terakhirnya. Pihak keluarga lantas memanggil paramedis ke rumah untuk memastikan kondisi Djaduk.
Setelah dimandikan di rumah duka, pada pukul 12.00 WIB jenazah Djaduk akan disemayamkan di Padepokan seni Bagong Kussudiardja di Yogyakarta. Kemudian pukul 15.00 WIB akan dikebumikan di makam keluarga Sembungan, Kasihan, Bantul.
Kepergian Djaduk memang mendadak. Djaduk masih dijadwalkan tampil di Ngayogjazz pada Sabtu (16/11/2019) di Godean, Yogyakarta.
Selain itu, dalam waktu dekat Teater Gandrik akan pentas di Ciputra Hall Surabaya pada 6 dan 7 Desember 2019 membawakan lakon “Para Pensiunan” yang disutradarai Djaduk.(iss/ipg)