Sabtu, 23 November 2024

Ciri-ciri Ular Berbisa yang Masuki Masa Bereproduksi di Musim Hujan

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Warga menunjukan Ular sendok jawa atau kobra jawa (Naja sputatrix) di dalam bekas botol air mineral setelah berhasil ditangkap warga di Perum Tata Lestari, Kecamatan Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (16/12/2019). Foto: Antara

Ganjar Cahyadi salah seorang ahli reptil dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (ITB), yang juga merupakan Kurator Museum Zoologi di perguruan tinggi itu menjelaskan ciri-ciri ular berbisa kemunculan ular berbisa seperti kobra di pemukiman warga yang meramaikan pemberitaan media akhir-akhir ini.

Ganjar Cahyadi seperti yang dilansir Antara, Selasa (17/12/2019), di Bandung mengatakan berbicara tentang ular, sangat diperlukan untuk mengetahui jenis dan perilakunya agar masyarakat bisa melakukan langkah antisipasi yang tepat.

Ganjar menyampaikan, untuk ular yang berbisa, dapat dikelompokkan pada dua famili yaitu elapidae dan viperidae.

Ular yang termasuk elapidae contohnya adalah ular kobra, ular belang (bungarus), dan ular cabai (calliophis intestinalis).

Sementara untuk kelompok viperidae, cirinya adalah bagian kepala berbentuk seperti segitiga. Kalau di daun warnanya hijau dan jika di tanah warnanya kecoklatan.

“Ular berbisa memiliki taring yang mengeluarkan bisa. Selain itu dari perilakunya juga dapat terlihat kalau ular berbisa lebih santai dalam bergerak, tapi kalau didekati akan melakukan upaya perlindungan diri atau menyerang. Sementara ular tidak berbisa, tidak memiliki taring dan bila didekati akan kabur,” ujarnya.

Ciri lain dari ular berbisa dapat dilihat dari warna atau coraknya.

Ular berbisa lebih mencolok warnanya, misalnya ular cabai yang mempunyai garis warna merah di tubuhnya, kemudian ular bungarus memiliki warga hitam putih.

“Namun khusus untuk ular kobra, yang mencolok adalah karena warnanya hitam legam. Perilaku ular kobra, kalau terancam akan menaikkan tubuhnya dan mengembangkan rusuknya. Bahkan dapat menyemburkan bisanya ke arah mata,” katanya.

Menurut Ganjar, musim penghujan merupakan masa di mana ular bereproduksi.

“Ular memiliki fase reproduksi, sekarang musim hujan di mana termasuk musim ular menetas. Perilaku kobra itu biasanya menyimpan telur di sarangnya, biasanya sarang bekas tikus, atau ditempat-tempat lembab, tumpukan sampah, dan dia simpan telornya lalu ketika awal musim hujan akan menetas,” ujarnya.

Dia menambahkan, jika banyak ular ditemukan di suatu lokasi, kemungkinan tempat tersebut merupakan habitatnya atau sebagai area ular mencari makan.

Ia menjelaskan salah satu makanan bagi ular adalah tikus, dan tikus biasanya banyak di rumah-rumah.

“Kobra itu tipikal ular yang melepas anak-anaknya. Dia tidak menjaga anak-anaknya, karena anak kobra ketika menetas sudah memiliki taring dan kelenjar bisa, jadi sudah bisa mencari makan sendiri,” ujarnya.

Dia mengatakan ular yang melancarkan gigitan bisa terjadi karena dua faktor.

Pertama untuk memangsa, dan kedua untuk mempertahankan diri dari ancaman.

Gigitan ular pun, dijelaskan Ganjar, bisa terjadi dua kemungkinan lain, yaitu gigitan berbisa dan tidak berbisa, namun hal itu sulit untuk dijelaskan.

Mengenai cara penanganan secara medis pertama bagi orang yang terkena gigitan ular, menurutnya, setiap kali seseorang digigit ular maka harus selalu waspada bahwa gigitan tersebut memiliki atau mengandung bisa.

Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah imobilisasi atau meminimalisasi gerakan pada area yang terkena gigitan ular.

“Perlakuannya seperti pada patah tulang, jadi kita memasang kayu yang diikatkan dengan perban di bagian tubuh yang terkena gigitan. Usahakan area yang tergigit tidak bergerak sama sekali untuk mencegah area peredaran bisa dengan cepat. Akan tetapi jangan diikat terlalu kencang. Setelah dilakukan upaya tersebut, barulah dibawa ke fasilitas kesehatan,” katanya.

Dijelaskannya bahwa seringkali ada beberapa tindakan yang salah dalam penanganan terhadap gigitan ular.

Jika terkena gigitan ular, melukai lokasi yang terkena gigitan atau membakarnya sangat dilarang karena dapat terjadi infeksi. Dilarang pula menghisap darah di lokasi gigitan karena racunnya dapat termakan.

“Yang paling bagus sesuai saran WHO yaitu imobilisasi di area gigitan,” tambahnya.

Selain itu, Ganjar juga menyarankan kepada masyarakat untuk mengetahui dan mengidentifikasi beberapa pengetahuan dasar tentang ular.

Jadi, saat korban gigitan dibawa ke dokter, dia akan tahu bahwa telah digigit oleh jenis ular apa. Apakah berbisa atau tidak, warna serta coraknya, dan lain-lain. Sehingga dapat diaplikasikan obat anti-bisa yang tepat dari jenis ular yang telah menggigit.

Sebagai imbauan, Ganjar menyarankan kepada masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan rumah dan lingkungan di sekitar rumah.

Selain tu, hindari banyaknya tumpukan-tumpukan benda, baik sampah, kardus, atau bekas barang yang seringkali dijadikan rumah bagi ular untuk bersarang, demikian Ganjar Cahyadi.(ant/tin/dwi)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs