Bakteri dan sisa makanan yang menempel pada permukaan gigi bisa menimbulkan timbunan plak dan menyebabkan penyakit gusi, menurut drg. Sri Angky Soekanto, PhD., PBO Dosen Fakultas Kedokteran Gigi Fakultas Universitas Indonesia.
Menurut pakar biologi oral ini, plak yang menumpuk dalam jangka panjang, akan menimbulkan proses peradangan. Hal itu menyebabkan gusi menjadi meradang yang disebut gingivitis.
“Bila gingivitis dibiarkan, bisa meluas menjadi periodontitis, radang pada jaringan penyangga gigi. Jika periodontitis itu terjadi, maka tulang gigi rusak dan gigi mudah goyang, sehingga bisa tanggal,” kata drg. Angky di Jakarta, seperti dilansir Antara, Jumat (9/11/2018).
Plak gigi atau dikenal biofilm adalah lapisan tipis protein dan bakteri yang menumpuk di permukaan gigi.
“Karena tubuh tidak berdiri sendiri, tubuh tidak dapat secara alami menghilangkan plak sendiri,” kata drg Angky.
Air liur, sambungnya, tidak selalu cukup untuk menyapu kotoran gigi. Jika kotoran gigi tidak dibuang dengan benar, plak gigi mulai mengeras dalam waktu 48 jam dan membentuk tar-tar (karang gigi) zat keras dalam 7 hingga 10 hari.
Menurut pakar biologi oral ini, terdapat tiga cara yang mesti dilakukan seseorang untuk menyingkirkan plak.
“American Dental Association merekomendasikan merawat gigi dengan menggosok gigi, flossing, dan berkumur. Sementara itu, Persatuan Dokter Gigi Indonesia merekomendasikan menggunakan mouthwash setelah menyikat gigi sebanyak dua kali sehari,” sebut drg. Angky.
Sikat gigi, sambungnya, hanya membersihkan 25 persen bagian rongga mulut. Oleh karena itu, rinsing (berkumur) membantu menjaga keseimbangan mikroba mulut.
“Rinsing setelah sikat gigi. Perhatikan dosisnya dan lakukan selama 30 detik. Usahakan rinsing setelah menyikat gigi dan dilakukan dua kali sehari,” ujar drg. Angky.
Tidak sikat gigi pada malam hari, lanjutnya, lebih berbahaya ketimbang sikat gigi pada pagi hari, karena produksi air liur berkurang di malam hari dan kuman lebih mudah berkembang biak. (ant/iss/ipg)