Masyarakat Wonosobo, Jawa Tengah mempunyai tradisi menerbangkan balon udara setiap Idulfitri. Karena banyaknya balon yang dibuat masyarakat dan dilepas bebas ke udara, maka balon-balon tersebut sempat dikeluhkan karena mengganggu penerbangan dan membahayakan.
Untuk tetap melestarikan tradisi tanpa mengganggu penerbangan, maka tradisi tersebut sekarang mulai diatur dan tidak mengurangi semaraknya menerbangkan balon udara.
Untuk itu dibuatlah “Java Baloon Festival 2018” di lapangan Geo DIPA Energi Unit Dieng, Ngampel, Wonorejo, Wonosobo, Jawa Tengah, Selasa (19/6/2018).
Ada 104 tim yang mengikuti festival ini. Setiap tim menyuguhkan ciri khas tersendiri untuk menarik perhatian masyarakat yang menonton, mulai dari bentuk dan warnawarni balon, pakaian tim yang menampilkan adat-adat Indonesia termasuk rias wajah mereka, tampilan seperti supporter sepak bola dengan tabuhan-tabuhan suara dan nyanyian teriakan layaknya ketika di lapangan bola sampai ada juga tampilan tokoh-tokoh pewayangan seperti Cakil dan para Punakawan.
Mereka berpenampilan seperti itu karena dalam festival ini, panitia menyediakan hadiah total Rp 70 juta, sehingga para peserta dituntut menuangkan kreativitas dan kemampuan.
Panitiapun juga telah menentukan standar ukuran balon yaitu tinggi tujuh meter dan lebar empat meter. Material yang digunakan untuk membuat balon adalah kertas minyak, kertas semen, semen yang berfungsi sebagai perekat untuk lubang masuknya asap dan bagian atas balon, benang gandum, serta tali 30 meter untuk menahan balon agar tidak terlepas di udara.
Untuk menaikkan balon ini, Tim mempersiapkan semacam tungku yang kemudian membakar jerami atau kayu yang menghasilkan asap masuk dalam balon sehingga balon tersebut bisa terbang. Jam untuk menerbangkan balon sendiri tidak boleh terlalu siang karena bisa membakar balon itu sendiri karena panas matahari. Sehingga jam nya pun sangat singkat dari pukul 06.00 – 07.30 WIB.
Acara ini dibuka oleh Agus Santoso Dirjen perhubungan udara yang mewakili Budi Karya Sumadi Menteri Perhubungan. Dia mengatakan kalau Festival Balon ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat soal dampak balon udara tanpa awak terhadap penerbangan pesawat udara.
“Kreasi menerbangkan balon udara tidak masalah, tapi keselamatan penerbangan harus diutamakan,” ujar Agus.
Dalam Festival ini, balon yang diterbangkan sekitar 30 meter, dan tidak lama kemudian ditarik turun kembali.
Sementara Alvin Lie anggota Ombudsman yang juga Pengamat penerbangan mengatakan, Festival Balon 2018 di Wonosobo ini merupakan terobosan yang luar biasa.
“Ini terobosan yang luar biasa. Tradisi tetap dijalankan tanpa menimbulkan gangguan pada orang lain. Kemudian, ini juga merupakan festival seni, karena balon ini bukan hanya sekedar balon tetapi juga menampilkan bentuk dan warna yang indah,” kata Alvin yang hadir di acara Festival ini.
Dan yang lebih penting lagi, kata dia, Festival ini merupakan daya tarik wisata, sehingga bisa menggerakkan ekonomi Wonosobo.
“Ini sebenarnya masih bisa dikembangkan dengan teknologi yang lebih baru lagi. Suatu saat saya yakin bisa untuk mengangkut manusia seperti di Eropa,Turki,dan Australia. Tentunya nanti dengan sertifikasi dari kementerian perhubungan. Dan kalau nanti sudah bisa mengangkut manusia, maka akan mempunyai daya tarik yang luar biasa,” jelasnya.(faz/iss)