Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispursip) Kota Surabaya mengobservasi Benteng Kedung Cowek bersama komunitas pemerhati sejarah di Surabaya.
Melalui observasi ini, Pemkot berupaya menggali nilai-nilai sejarah benteng itu serta mencari potensi wisata yang bisa dipadukan dengan objek wisata lain yang ada di Surabaya.
Musdiq Ali Suhudi Kepala Dispursip Surabaya mengatakan, keberadaan benteng kedung cowek itu menjadi salah satu bukti perjuangan rakyat Surabaya melawan penjajah.
“Keberadaan benteng yang berlokasi di pesisir laut ini mencerminkan Surabaya selain dikenal sebagai Kota Pahlawan juga sebagai Kota Maritim (kelautan),” katanya, Rabu (01/08/18).
Tim Dispursip dan Komunitas Pemerhati Sejarah Surabaya saat mengobservasi Benteng Kedung Cowek, Rabu (1/8/2017). Foto: Istimewa
Berdasarkan penilaian awal Dispursip, Benteng Kedung Cowek bisa menjadi salah satu destinasi wisata Surabaya yang unik, sebagai rangkaian wisata Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya).
Ada beberapa destinasi Pamurbaya yang menjadi proyeksi Pemkot. Dari Hutan Mangrove Gunung Anyar, Mangrove Wonorejo, Pantai Ria Kenjeran, THP Kenjeran, Jembatan Suroboyo, Sentra Ikan Bulak, Kereta Gantung dan Lapangan Tembak di Kenjeran, serta Jembatan Suramadu.
“Kalau objek-objek ini bisa diintegrasikan, ini akan menjadi salah satu obyek wisata yang kompleks bagi orang yang berkunjung ke Surabaya,” terangnya.
Menurut Musdiq, dari seluruh objek wisata itu, yang masih memerlukan penanganan khusus adalah Benteng Kedung Cowek. Kondisinya, sebagian besar masih tertutup pepohonan.
Selain keberadaan benteng, kata Musdiq, di area ini juga ada sebuah sumber air yang menjadi bukti otentik bahwa benteng ini memang digunakan oleh para pejuang dalam peristiwa Pertempuran 10 November.
“Ke depan kami akan koordinasikan bagaimana benteng ini bisa menjadi obyek wisata yang menarik,” kata Musdiq.
Dalam observasi ini, Dispursip menelusuri lokasi lain yang berkaitan dengan Benteng Kedung Cowek. Termasuk menelusuri peta lama untuk menemukan keterkaitan situs itu dengan bangunan di lokasi lain.
“Kami akan telusuri lebih lanjut, supaya objek ini betul-betul lengkap untuk kita pasarkan menjadi sebuah destinasi wisata,” ujar mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya itu.
Ady Setyawan, salah satu pendiri komunitas Roode Brug Soerabaia mengatakan, Benteng Kedung Cowek punya peranan penting dalam peristiwa pertempuran 10 November 1945.
Dahsyatnya pertempuran Surabaya masih terlihat jelas dari bekas tembakan senjata di sekujur bangunan benteng. Beberapa peluru bahkan ditemukan masih bersarang di tembok benteng itu.
“Pada Pertempuran 10 November, benteng ini digunakan bekas pasukan Heiho bentukan Jepang yang kebanyakan berasal dari Sumatera,” ujarnya.
Bekas pasukan Heiho itu, kata dia, sebelumnya kalah bertempur di Pulau Morotai. Ketika pasukan ini sampai di Surabaya, Kolonel Wiliater Hutagalung meminta mereka membantu perjuangan melawan sekutu.
Dari sisi lain, benteng ini juga menjadi bukti kuat bahwa pada 1945 silam, rasa satu nusa satu bangsa untuk berjuang bersama mempertahankan Indonesia dari para penjajah sudah sangat kuat.
“Tanpa memikirkan berasal dari suku mana mereka, para pejuang di Surabaya rela berjuang dan berkorban dalam pertempuran melawan penjajah di Kota Surabaya,” katanya.
Menurutnya, dua aset besar di Surabaya menjadi alasan kuat para pejuang dari seluruh pelosok nusantara rela berjuang mati-matian mempertahankan kota ini.
Dua aset itu adalah pelabuhan Surabaya yang menjadi akses keluar dua per tiga pabrik gula terbesar di Jawa, serta pangkalan angkatan laut terbesar se-Hindia-Belanda.
“Dua aset itu yang menjadi alasan Surabaya dipertahankan deretan perbentengan yang memanjang dari Surabaya, Gresik, dan Bangkalan. Benteng Kedung Cowek ini yang paling besar dari deretan perbentengan itu,” ujarnya.(den)