Seseorang berperilaku dan berkepribadian narsis (narsistik) saat dia merasa “dirinya adalah segalanya” dan menganggap orang lain cuma penggembira. Akar perilaku narsistik berkaitan dengan ketiadaan empati dan ketidakmampuan seseorang menjalin hubungan emosi dengan orang lain secara apik.
Dr Ramani Durvasula Profesor Psikologi Klinis dari California State University, Los Angeles, Amerika Serikat, mengatakan, seseorang berperilaku narsistik bila dirinya merasa penting sendiri karena dia merasa tidak aman dan nyaman berada dan berinteraksi dengan orang lain di sekelilingnya.
Durvasula mengatakan, sebagaimana dikutip Antara dari laman BusinessInsider.com, Rabu (22/3/2018), ada sejumlah tanda yang melekat kepada mereka yang mengidap narsistik.
1. Pengidap narsistik, cenderung menyalahkan orang lain atas segudang masalah yang terjadi. Durvasula mengatakan seorang yang narsistik tidak pernah bersedia mengakui kesalahan diri sendiri. Mereka cenderung mencari kambing hitam atas kesalahan yang terjadi.
2. Pengidap narsistik seringkali mengidap krisis empati sehingga dia menutup kelemahannya itu dengan melihat ke dalam dirinya sendiri. Orang berkepribadian narsistik cenderung tidak mampu menjalin dan mengungkapkan perasaannya.
3. Pribadi narsistik kerapkali meminta perhatian lebih ketika memberi bingkisan kepada orang lain. Ketika orang narsistik memberi bingkisan kepada orang lain maka dia menuntut balasan dan respons yang berlebihan. Ini kerap terjadi di dunia kerja.
4. Pribadi narsistik tidak jarang mengatakan dirinya cantik atau karismatis ketimbang orang lain. Durvasula mengatakan, pribaditik narsis cenderung tampil sebagai sosok yang suka menerima pujian. Mereka sulit menerima bahwa dirinya memiliki kelemahan.
5. Pribadi narsistik merasa bahwa dirinya benar-benar lebih kuat dan lebih mampu dibandingkan dengan orang lain. Durvasula menyebut bahwa tanda dari mereka yang berperilaku narsistitik suka menyodorkan diri. Bahasa lugasnya, suka nampang.
6. Pribadi narsistik tidak enggan untuk berbohong bahwa dirinya lebih mampu dan lebih oke ketimbang orang lain. Durvasula mengatakan seorang yang narsistik kerapkali tidak tahu batas dan tidak peka dengan lingkungan sekelilingnya.
7. Pribadi narsistik sesungguhnya mengalami krisis kepercayaan diri. Seorang yang narsistik kekurangan kepercayaan diri dan mengidap gejala patologis. Dia memerlukan pengakuan diri. “Mereka sangatlah ambisius dan kompetitif. Dan banyak orang terperdaya bahwa mereka tampaknya percaya diri, kenyataannya justru sebaliknya,” kata Durvasula.
8. Pribadi narsistik merasa dirinya lebih penting dari orang lain. Merasa dirinya superior ketimbang orang lain merupakan akar narsistis. “Dalam kultur kita, merasa superior terkait dengan kepercayaan diri,” kata Durvasula.
9. Pribadi narsistik berpikir dan bersikap bahwa dunia sekelilingnya tidak mengakui dan tidak melihat bahwa dirinya begitu hebat. Tidak semua mereka yang mengidap narsistik tampil sebagai pribadi superior, karena mereka umumnya pribadi pemalu, bahkan pribadi yang depresi.
10. Pribadi narsistik berpikir dan beranggapan bahwa dirinya berada di atas sesamanya dalam segala hal. Pribadi narsistis pada dasarnya menyentuh soal pola berpikir dan pola berperilaku. Mereka kerap menawar-nawarkan diri untuk memberi nasehat meski tidak diperlukan.(ant/den)