Bengawan Solo dikenal dunia karena lagu ciptaan Gesang, maestro musik Indonesia. Tergambar jelas di lagu berjudul sama itu, dari mana aliran sungai sepanjang hampir 550 kilometer itu berasal. Tapi tidak banyak yang tahu di mana muaranya.
Sungai yang melintasi berbagai kabupaten/kota di dua provinsi, Jawa Tengah dan Jawa Timur, itu memiliki dua hulu. Aliran sungai itu mengalir dari Wonogiri, Jawa Tengah, dan dari Ponorogo, Jawa Timur.
Gesang, dalam lirik lagunya, menggambarkan lokasi mata air Bengawan Solo yang “terkurung gunung seribu.” Salah satu mata air sungai itu memang berada di Pegunungan Sewu, Wonogiri.
Muara Bengawan Solo di Laut Jawa. Foto: Denza suarasurabaya.net
Lantas di manakah ujung aliran sungai itu berakhir? Gesang, sebagai putra daerah Surakarta, Jawa Tengah, tidak menyebutkan ini di lagunya. Dia hanya menyatakan, “air mengalir sampai jauh, akhirnya ke laut.”
Muara Bengawan Solo ada di Desa Pangkahwetan, Kecamatan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Aliran air sungai itu melintasi empat dusun dengan total jumlah penduduk lebih dari 9.700 jiwa, sebelum akhirnya ke Laut Jawa.
Warga desa setempat, dengan bantuan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT Saka Indonesia Pangkah Ltd (PGN Saka), anak usaha PT PGN (Persero) Tbk, membangun ekowisata mangrove di muara Bengawan Solo.
Mereka sengaja menamai lokasi wisata ini dengan nama Muara Bengawan Solo (MBS) Pangkahwetan, supaya lebih mudah dikenali dan menarik lebih banyak wisatawan.
Suarasurabaya.net berkesempatan mengunjungi destinasi wisata baru, yang dibangun lima bulan lalu itu, saat mengikuti rombongan lokakarya SKK Migas Perwakilan Jabanusa, Selasa (8/5/2018).
Belum banyak yang ditawarkan di ekowisata mangrove kecuali pengalaman perjalanan menyusuri sungai menikmati pemandangan hutan mangrove sejauh lima kilometer.
Jalan-jalan di jogging track MBS Pangkahwetan menembus hutan mangrove. Foto: Denza suarasurabaya.net
Sewa perahu untuk menyusuri sungai itu seharga Rp15 ribu per orang untuk sekali jalan, plus jalan-jalan di jogging track sepanjang 150 meter menembus hutan mangrove.
Akses ke lokasi dermaga belum tergarap optimal. Tidak ada angkutan khusus bagi pengunjung dari Air Mancur Sabilan, Desa Pangkahwetan, ke lokasi dermaga perahu nelayan di Balai Serbaguna Rukun Nelayan Muara Solo, yang jaraknya sekitar 1,7 kilometer.
Dermaga di Balai Serbaguna Nelayan Ujung Pangkah. Foto: Denza suarasurabaya.net
Warga Desa Pangkahwetan, didukung Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil (Pupuk) sebagai rekanan PGN Saka, telah menyusun masterplan pengembangan destinasi baru di Jawa Timur itu.
Syaifullah Mahdi Kepala Desa Pangkahwetan, Kecamatan Ujung Pangkah mengatakan, ekowisata mangrove itu dibangun dengan semangat kemandirian desa memanfaatkan dana co-sharing dengan PGN Saka.
“Sebisa mungkin kami ingin mandiri dari dana politis baik Dana Desa maupun ADD. Setiap pergantian Presiden, belum tentu besarannya akan naik. Dengan adanya objek wisata ini, kami berharap bisa lebih mandiri,” katanya.
Berjalan-jalan di jogging track MBA Pangkahwetan. Foto: Denza suarasurabaya.net
Masih banyak hal yang harus dia kerjakan bersama warga setempat untuk membangun tempat wisata itu. Salah satunya meneruskan pembangunan jogging track yang tersisa kurang lebih 300 meter hingga mencapai pantai.
“Berdasarkan saran dari banyak pihak, kami akan membangun lebih banyak spot foto selfie dan membangun pos pemantauan di ujung jogging track ini,” ujarnya kepada peserta lokakarya.
Farid, Project Manager Ekowisata Mangrove Pangkahwetan dari perkumpulan Pupuk mengatakan, pos pantau di ujung jogging track itu akan menjadi spot strategis, karena pemandangan di pantai cukup indah.
Spot foto selfie di MBA Pangkahwetan yang masih sederhana. Foto: Denza suarasurabaya.net
Dalam masterplan pengembangan destinasi itu, pengelola ekowisata akan mewujudkan beberapa festival di pantai pasir timbul di ujung jogging track itu. Seperti festival layang-layang dan sepakbola pantai.
Disebut pasir timbul karena pantai yang dia maksud itu hanya akan muncul di masa air laut surut. “Sekitar bulan November kalau mengikuti siklus pasang surut air laut,” kata Farid.
Dia mengatakan, festival tersebut akan diadakan sebagai salah satu upaya promosi wisata MBS Pangkahwetan bagi wisatawan di luar Gresik dan Jawa Timur, serta mancanegara.
“Selama ini, kami hanya mengandalkan media sosial sebagai ladang promosi. Kebetulan banyak anak muda Karang Taruna yang akrab dengan medsos. Nah promosi lewat festival ini menjadi hal baru,” ujarnya.
Ada sekitar 12 orang warga, di antaranya nelayan dan pemuda Karang Taruna, yang terlibat dalam pengelolaan wisata itu. Setidaknya selama ini, mereka pernah mendatangkan omzet mencapai Rp30 juta per bulan.
Menurut Kepala Desa Pangkahwetan yang akrab disapa Sandi, sejak dibangun November 2017 lalu, setidaknya total jumlah pengunjung di MBS Pangkahwetan ini mencapai 4.700 orang pengunjung.
“Sejak lima bulan lalu, kami bisa kedatangan tamu (wisatawan) 200-300 orang per hari. Kami menyadari, tidak banyak yang bisa kami tawarkan. Tapi dengan fasilitas seperti ini, jumlah sebanyak itu luar biasa,” katanya.
Dia menargetkan, pembangunan jogging track itu tuntas tahun ini. Untuk itu desa menganggarkan Rp200 juta, dan Rp150 juta dari Bumdes sebagai penyertaan modal.
Dia berharap, PGN Saka tidak berhenti mengalirkan anggaran CSR-nya untuk memperlancar pembangunan ekowisata mangrove MBS Pangkahwetan.
Pembangunan Destinasi Pendukung
Untuk mendukung destinasi ekowisata mangrove, Kades bersama Perkumpulan Pupuk berencana membangun rest area di lahan seluas lima hektare tepat di persimpangan muara Bengawan Solo dan Sembayat.
Di lokasi rest area itu, selain tersedia restoran, pengelola berencana membangun cottage untuk penginapan pengunjung, serta wahana flying fox melintasi Bengawan Solo.
“Kami juga akan membangun Fishing Area di lokasi itu, sehingga pengunjung yang berniat memancing tinggal melemparkan mata kail dari tempat yang akan kami buat,” kata Syaifullah Mahdi Kepala Desa Pangkahwetan.
Suasana di dermaga Balai Serbaguna Nelayan Pangkahwetan, berderet kapal-kapal nelayan. Foto: Denza suarasurabaya.net
Untuk pembangunan kawasan ekowisata mangrove itu, dia memperkirakan, dibutuhkan dana kurang lebih Rp4 miliar. Rp1 miliar untuk pembangunan jogging track, Rp3 miliar untuk rest area.
Selain itu, rencana lima tahun ke depan, lokasi ekowisata mangrove itu juga akan dilengkapi wisata suaka burung, yang mana burung-burung itu banyak berdatangan sekitar November.
Wisata pendukung lainnya adalah wisata agro petik buah di 300 hektare lahan milik warga. Para petani saat ini sudah bersedia menanam buah-buahan untuk dipetik. Di antaranya rambutan, kelengkeng, nanas dan jeruk.
Dana Co-sharing dengan PGN Saka
PGN Saka telah mengaloksikan dana CSR mencapai Rp4 miliar di wilayah operasionalnya di Gresik, termasuk untuk Desa Pangkahwetan.
Yayan Mulyana, Manager Relasi Eksternal dan CSR PGN Saka mengatakan, Desa Pangkahwetan ini merupakan wilayah operasional ring 1 PGN Saka.
Dia mengakui tingginya potensi wisata di Muara Bengawan Solo. Karena itu, PGN Saka berkomitmen mendukung pengembangan destinasi wisata baru di Kabupaten Gresik dan Jawa Timur itu.
Dia menjelaskan, dana CSR sekitar Rp4 miliar itu dialokasikan untuk dua kecamatan dan tujuh desa di Gresik.
“Yang sudah kami salurkan sekitar Rp3 hingga Rp4 miliar. Dibandingkan tahun lalu, selisihnya cuma sekitar 10 persen,” ujarnya.
Tujuan utama PGN Saka turut mengembangkan ekowisata mangrove itu agar penduduk desa mampu mandiri. Karena tidak selamanya PGN Saka beroperasi di sumur Pangkahwetan yang semakin tahun akan menurun produksinya.(den/ipg)