Para orang tua diimbau untuk tidak membiarkan anak-anak melewatkan sarapan, sebab menurut ahli gizi hal itu bisa mengganggu perkembangan kognitif anak, demikian disampaikan ahli gizi.
“Oleh karena itulah kami mendorong masyarakat menerapkan gizi seimbang melalui pesan membiasakan sarapan,” kata Hardinsyah Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (Pergizi Pangan) di Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu juga mengatakan bahwa kebiasaan sarapan sehat telah menjadi kebijakan pemerintah untuk mewujudkan Gizi Seimbang, dan merupakan pesan keenam dalam Pedoman Gizi Seimbang yaitu “Biasakan Sarapan” yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 41 Tahun 2014.
Setiap tahunnya pada Februari Pergizi Pangan menggelar Pekan Sarapan Sehat sebagai puncak momen kampanye dan edukasi untuk mendorong masyarakat menerapkan pesan membiasakan sarapan sebagai bagian dari upaya mewujudkan gizi seimbang.
“Sarapan sehat bisa dianggap sebagai miniatur gizi seimbang di pagi hari,” tuturnya.
Menurut dia, rendahnya asupan gizi karena gizi penting yang terlewat saat sarapan tidak bisa diganti pada jadwal makan lainnya.
“Mereka yang tidak sarapan cenderung tidak bisa mengontrol nafsu makan dibanding individu yang rutin sarapan pagi,” ucapnya, seperti dilansir Antara.
Mereka yang tidak rutin sarapan juga dinilai memiliki Indeks Massa Tubuh yang lebih tinggi (IMT) dibandingkan individu yang rutin sarapan.
Selain itu bagi perkembangan anak, mereka yang tidak rutin sarapan umumnya mempunyai kemampuan kognitif yang lebih rendah dibandingkan individu yang rutin sarapan.
Faktanya memang kebiasaan sarapan di kalangan masyarakat Indonesia dibanding makan siang dan makan malam masih tergolong rendah.
Menurut Naskah Akademik Pekan Sarapan Nasional, Pergizi Pangan Indonesia 2012, prevalensi tidak biasa sarapan pada anak dan remaja bisa mencapai angka 17 persen-59 persen dan pada orang dewasa 31,2 persen.
Hasil analisis data konsumsi pangan Riskesdas 2010 pada 35.000 anak usia sekolah bahkan menunjukkan hampir separuh (44,6 persen) anak usia sekolah yang sarapan hanya memperoleh asupan energi kurang dari 15 persen kebutuhannya saat sarapan, yang seharusnya 15-30 persen kebutuhan.
“Banyak alasan mengapa sarapan tidak sepopuler waktu makan lainnya. Beberapa alasan yang dikemukakan adalah perasaan mual di pagi hari hingga tidak ada waktu untuk sarapan. Untuk mengakali hal ini, minum susu merupakan pilihan baik bagi para ibu untuk menjaga asupan gizi anak,” ujarnya.
Ia pun menyambut baik dukungan dari berbagai pihak termasuk misalnya dari produsen susu Frisian Flag Indonesia yang mengangkat tentang pentingnya sarapan sehat bagi kesehatan dan kecerdasan.
Anita Chandra, psikolog yang juga ibu dari dua anak, sepakat bahwa kebiasaan baik meluangkan waktu berkumpul saat sarapan dan minum susu bersama perlu dipupuk sejak dini.
Ia juga mengatakan waktu di pagi hari seperti sarapan bersama menjadi medium ideal untuk mengajarkan kebiasaan baik dan memberikan waktu berkualitas antar anggota keluarga.(ant/iss)