Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur selidiki adanya pelanggaran secara masif dan terstruktur yang terjadi di Desa Bira Barat, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, Madura.
Pelanggaran ini berupa kesengajaan untuk tidak menyebarkan undangan pemilihan C6, serta tidak mendirikan Tempat Pemungutan Suara (TPS). “Ini pelanggarannya cukup mengerikan, bayangkan satu desa kompak tidak mendirikan TPS,” kata Andreas Pardede, Anggota Bawaslu Jawa Timur, Senin (14/4/2014).
Atas dugaan ini, Bawaslu Jawa Timur, malam ini rencananya akan menggelar pleno untuk memutuskan pelanggaran yang terjadi di Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang itu.
Putusan ini digelar setelah Minggu (13/4/2014) malam, Bawaslu secara maraton telah memanggil semua unsur yang ada di Sampang, mulai dari KPU Sampang hingga KPPS yang ada di Desa Bira Barat.
Andreas menuturkan, kejadian ini terjadi saat hari pencoblosan Rabu, 9 April 2014. Saat itu, penyelenggara pemilu yang ada di desa itu sepakat untuk tidak mendirikan TPS.
Harusnya, Desa Bira Barat mendirikan sebanyak 17 TPS dengan jumlah pemilih mencapai 4.169 orang lebih. Tapi di hari pencoblosan itu di desa itu sama sekali tak ada TPS.
“Pada pukul 09.00 WIB pagi, tiba-tiba seluruh logistik suara yang masih tersegel di dalam kotak diserahkan ke seseorang yang bukan penyelenggaran pemilu,” kata Andreas Pardede.
Saat itulah, seseorang yang belum diketahui namanya ini mencoblos 90 persen surat suara. Yang dicoblos-pun juga cuma satu nama yaitu untuk DPD satu nama, DPR RI satu nama, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Sampang juga satu nama.
Andreas menceritakan, selain mencoblos, orang ini ternyata juga mengisi seluruh formulir pemilihan. Formulir C1 yang berisi hasil rekapitulasi manual misalnya ternyata juga ditandantangani seluruhnya. “Mirip hasil coblosan sesungguhnya, padahal faktanya tidak ada TPS dan tidak ada coblosan,” kata dia.
Masih menurut Andreas, setelah jam 09.00 dicoblos dan dilakukan rekapitulasi rekayasa, di desa itu sempat berhembus kabar jika Kapolda Jawa Timur akan menggelar inspeksi ke desa itu.
Saat itu-lah para penyelenggara pemilu di desa itu sempat ketakutan sehingga mencoba membuat dua TPS fiktif yang lantas mereka namakan TPS 8 dan TPS 10. TPS fiktif ini kemudian mereka dirikan di dekat mushola yang ada di desa itu.
Atas temuan ini, seluruh penyelenggara pemilu di daerah itu telah dipanggil Bawaslu untuk dimintai keterangan. (fik/ipg)
Teks Foto:
– Ilustrasi