PDI Perjuangan menduga ada praktek kecurangan baru dengan modus menaikkan jumlah kehadiran pemilih. Tujuannya, adalah untuk menaikkan nilai bilangan pembagi pemilih (BPP).
Dengan naiknya BPP, maka suara partai besar sulit menembus lebih dari tiga kursi dalam satu dapil. Sebaliknya, partai kecil akan mudah untuk mendapatkan sisa suara untuk meraih satu kursi.
“Kami melihat ini dalam rekapitulasi yang dilakukan KPU Surabaya,” kata Didik Prasetiyono, saksi DPD PDI Perjuangan di sela-sela proses pleno terbuka rekapitulasi KPU Jawa Timur yang digelar di Hotel Singgasana, Surabaya, Kamis (24/4/2014).
Dugaan manipulasi dengan meningkatkan kehadiran pemilih ini, terbukti dengan adanya perbedaan pada kolom A-2 dan A-4 sertifikat model DB-1 yang harusnya berjumlah sama dari kolom B-2 dan B-4 (pengguna hak pilih) ternyata malah lebih besar dari data pemilih.
“Dengan perubahan ini, maka BPP juga berubah menjadi lebih besar. Akibatnya, kami yang harusnya dapat banyak kursi saat ini kehilangan banyak kursi,” kata Didik.
Didik mengatakan, dugaan manipulasi ini baru terlihat pada proses rekapitulasi di KPU Surabaya. Dia menduga, praktek seperti ini juga terjadi di daerah lain. Karenanya, Didik berharap ada proses penghitungan ulang di Surabaya.
Di tempat yang sama, Whisnu Sakti Buana Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya mengatakan, kecuriagaan ini bermula ketika dilakukan rekap ulang hasil Pemilu Legislatif (Pileg) 2014 dari formulir C1 yang dipegang PDI Perjuangan. Mereka (PDIP) melihat ada empat hingga lima kursi yang hilang.
“Kok bisa kursi yang diraih tidak seimbang dengan suara yang kami peroleh? Kemudian kita periksa ulang formulir C1 yang kita pegang dengan rekapitulasi KPU. Ternyata kita dikerjain. Hampir semua kelurahan di Surabaya ada permainan suara,” kata Whisnu.
Menurutnya, ada dua modus dalam kecurangan ini, yaitu dengan meningkatkan jumlah BPP per Kecamatan serta mengurangi suara PDI Perjuangan. Selain itu juga ditemukan modus dengan menambah jumlah BPP per Kecamatan plus menambah suara PDI Perjuangan per Kecamatan.
Di Kecamatan Krembangan misalnya. suara sah ditambah sekitar 10 ribu, dan suara PDIP dikurangi 5 ribu. Akibatnya, di Kecamatan Krembangan total terdapat penambahan jumlah suara mencapai 5 ribu.
“Lalu modus kedua, suara PDIP ditambah dan BPP juga banyak. Ini terjadi di Kecamatan Wonokromo. Suara PDIP ditambah 4 ribu suara, namun BPP di kecamatan itu bertambah sekitar 21 ribu,” ujarnya.
Menurut Whisnu, penambahan ini memang tak begitu signifikan bila dilihat per Kecamatan, tapi jika dari keseluruhan Dapil yang ada di Surabaya, hasilnya sangat mengejutkan.
“Di Dapil I misalnya. versinya berbeda dengan versi KPU. Versi KPU, total suara sah ada 243.760 dengan BPP sebesar 22.160. Suara PDIP sebanyak 84.613 dan meraih 3,8 kursi yang kemudian dibulatkan menjadi empat kursi setelah ditambah sisa suara,” ungkapnya.
Tapi, sesuai hitungan PDIP, jumlah itu berbeda. Di Dapil yang merebutkan 11 kursi itu, BPP-nya hanya sebesar 18.674. Padahal jika BPP-nya 18.674, maka PDI Perjuangan harusnya bisa mendapatkan lima kursi utuh di dapil I, sebab, suara sahnya berdasarkan formulir C1 adalah 205.411. Dengan perbedaan ini, di dapil 1 saja, Whisnu menduga ada sekitar 40 ribu suara yang tak jelas asalnya.
Karenanya, DPC PDI Perjuangan secara resmi minta pada KPU Kota Surabaya untuk segera melakukan penghitungan ulang di seluruh dapil yang ada di Surabaya. “Jika tak digubris, kami akan layangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK),” kata dia.(fik/dwi)
Teks Foto :
-Ilustrasi