Sabtu, 23 November 2024

Mayoritas Perempuan Surabaya Buta Pemilu

Laporan oleh Fatkhurohman Taufik
Bagikan

Solidaritas Perempuan (SP) bentuk 535 relawan perempuan pemilu yang bekerja memberikan kesadaran pentingnya bernegosiasi dengan calon anggota legislatif dalam pemilu. Relawan ini khusus dibentuk untuk memberikan kesadaran bagi kaum perempuan di Surabaya.

“Mayoritas perempuan di Surabaya belum melek pemilu,” kata Choirul Mahpuduah, penanggung jawab program pendidikan politik perempuan Jawa Timur, pada suarasurabaya.net, Kamis (27/3/2014).

Di Surabaya, relawan sebanyak ini dibagi di 6 kecamatan, Rungkut, Wonokromo, Sukolilo, Wonocolo, Jambangan dan Genteng. Mereka juga merumuskan 15 kepentingan yang akan dinegosiasikan dengan para caleg.

“Para caleg kita undang untuk bernegosiasi dengan kami,” ujar Choirul. Para caleg yang diundang, bukan sembarang caleg, melainkan caleg yang memiliki rekam jejak baik semisal anti korupsi, dan tidak poligami.

Jika setuju dengan 15 program yang ditawarkan, lantas para caleg ini diminta komitmennya untuk menjalankan 15 program pro perempuan jika kelak mereka jadi anggota legislatif.

15 program atau kepentingan perempuan yang dimaksud adalah layanan kesehatan khusus reproduksi perempuan, pendidikan murah, pemenuhan air bersih, anti kekerasan terhadap perempuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak buruh perempuan, penanganan banjir dan bencana alam, transportasi publik yang murah dan baik, penyediaan lapangan pekerjaan, serta penciptaan lingkungan yang sehat.

Selain itu juga perlindungan terhadap korban trafficking, listrik murah untuk rakyat, subsidi bbm pada rakyat miskin, pemberantasan korupsi, perlindungan pengelolaan pangan, serta anti penggusuran terhadap pemukiman penduduk dan PKL.

Selain bernegosiasi dengan para caleg, para relawan juga memberikan pendidikan politik bagi pemilih perempuan yang dilakukan dengan menggelar diskusi kampung sebanyak tiga kali di masing-masing kelurahan.

“Ternyata banyak yang tak ngerti cara mencoblos, mereka juga tak mengerti program caleg. Yang mereka tahu hanya dapat sembako dari banyak caleg,” kata Mufida, koordinator relawan Sukolilo.

Apalagi, kata Mufida, di Sukolilo saat ini masih ada kampung yang dihuni oleh para pemulung. Mereka ini rentan menjadi korban money politik. Padahal sebagai perempuan, harusnya tidak sekadar menerima uang dan mencoblos yang memberi, melainkan harus melakukan negosiasi sebelum menentukan pilihan.

Hal yang sama diungkapkan Asna, relawan dari Genteng. Menurut dia, mayoritas perempuan saat ini memang masih menjadi objek money politik. Mereka lebih suka diberikan sembako, diberi money politik tanpa mengerti makna pemilu.

Sementara itu, relawan perempuan pemilu yang dibentuk di Surabaya ini merupakan bagian dari pembentukan relawan di tiga kota lainnya yaitu di Jakarta, Aceh dan Makasar. (fik/ipg)

Teks Foto :
– Diskusi perempuan pemantau pemilu.
Foto : Taufik suarasurabaya.net

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs