Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang sengketa Pilpres 2019 dengan agenda tanggapan termohon (KPU) dan pihak terkait (TKN dan Bawaslu) atas gugatan Pemohon (BPN Prabowo-Sandi).
Ali Nurdin kuasa hukum KPU (termohon) mengatakan bahwa KPU menghormati sikap Mahkamah dalam persidangan pada hari Jumat 14 Juni 2019 yang telah memutuskan memberikan kesempatan kepada termohon untuk membuat jawaban dengan menanggapi perbaikan permohonan Pemohon pada hari Selasa 18 Juni 2019.
“Bahwa jawaban termohon atas perbaikan permohonan Pemohon dibuat selain sebagai bentuk penghormatan kepada mahkamah juga sebagai bentuk pertangungjawaban publik atas penyelenggaraan Pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2019 oleh termohon sekaligus menggunakan hak jawab termohon atas tuduhan Pemohon yang disampaikan secara terbuka pada sidang 14 Juni 2019,”ujar Ali Nurdin saat membacakan tanggapan termohon dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Selasa (18/6/2019).
Meskipun demikian, kata Ali, jawaban termohon dimaksud masih tetap dalam koridor sikap termohon yang menolak perbaikan permohonan Pemohon.
“Penolakan terhadap perbaikan permohonan Pemohon merupakan sikap tegas termohon terhadap ketaatan hukum acara yang sudah ditetapkan oleh Mahkamah Konsitusi dalam peraturan MK nomor 5 tahun 2019 tentang tahapan kegiatan dan jadwal penanganan perkara hasil pemilihan umum sebagaimana diubah terakhir dengan peraturan Mahkamah Konstitusi nomor 2 tahun 2019 dalam rangka menjaga ketertiban umum, kepastian hukum dan rasa keadilan bagi semua pihak,” jelasnya.
Menurut dia, perbaikan permohonan pemohon yang dibacakan dalam sidang pada 14 Juni 2019 memiliki perbedaan yang sangat mendasar baik dalam cosita maupun petitumnya sehingga dapat dikualifikasikan sebagai permohonan yang baru.
“Dalam Cosita permohonan Pemohon 24 Mei 2019 contohnya memohon sama sekali tidak menguraikan adanya kesalahan hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh termohon dan penghitungan yang benar menurut pemohon,”kata dia.
Begitu juga dalam petitumnya,kata Ali, pemohon tidak menuntut adanya penghitungan suara yang benar menurut Pemohon. Hal ini sangat penting bagi termohon untuk menanggapinya karena dua hal, pertama, permohonan pemohon tersebut tidak memenuhi persyaratan pengajuan permohonan yang dapat menimbulkan konsekuensi.
“Permohonan pemohon tidak dapat diterima mengenai hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 4,7,5 ayat satu dan ayat dua Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, pasal 75 UU nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konsitusi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 8 tahun 2011 serta pasal 8 ayat 1B angka 4 dan 5 peraturan Mahkamah Konstitusi nomor 4 tahun 2018 tentang tata beracara dalam perkara perselisihan hasil Pemilu presiden dan wakil presiden yang pada pokoknya menyatakan pokok permohonan memuat penjelasan mengenai kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh termohon dan perhitungan suara yang benar menurut Pemohon,” jelasnya.
Kata Ali, Petitum membuat permintaan untuk membatalkan penetapan hasil penghitungan suara oleh termohon dan menetapkan perhitungan suara yang benar menurut pemohon.
Yang kedua, menurut Ali, dengan dengan tidak adanya dalil Pemohon mengenai kesalahan penghitungan suara yang dilakukan oleh termohon menunjukkan bahwa pemohon sudah mengakui hasil perolehan suara yang ditetapkan oleh termohon sehingga permohonan tersebut menjadi bukti bahwa termohon tidak pernah melakukan kecurangan manipulasi perolehan suara yang merugikan pemohon ataupun menguntungkan pihak terkait.
“Sekaligus membantah isu yang berkembang pada sebagian masyarakat bahwa KPU curang,” tegasnya.
Fakta ini juga sekaligus membantah pernyataan dari jalan presiden nomor urut dua Babaji Prabowo sudah pada 17 April 2019 yang menyatakan telah memenangkan Pilpres 2011 dengan perolehan suara 62 persen.
Akan tetapi dalam perbaikan permohonannya, kata dia pemohon hanya menguraikan perolehan suaranya pada tingkat provinsi, sedangkan penetapan perolehan suara yang diterapkan termohon merupakan hasil rekapitulasi secara berjenjang dari provinsi, tingkat kabupaten/kota, tingkat kecamatan sampai dengan tingkat TPS. Oleh karenanya penambahan dari Pemohon mengenai kesalahan hasil perhitungan suara oleh pemohon terlihat jelas semata-mata ditujukan untuk melengkapi persyaratan pengajuan permohonan kepada mahkamah.
Ali menegaskan, tidak adanya tuduhan kecurangan, menunjukkan bahwa pemohon tidak mempunyai bukti- bukti yang nyata adanya kecurangan yang dilakukan oleh termohon, karena jika betul-betul pemohon mempunyai bukti tentunya sudah diajukan pemohon dalam permohonannya. Oleh karenanya permohonan pemohon tertanggal 24 Mei 2011 menjadi bukti bahwa termohon telah bekerja dengan benar dalam melaksanakan Pilpres 2019.(faz/tin/dwi)