Pertemuan Joko Widodo presiden terpilih untuk periode 2019-2024 dengan Prabowo Subianto calon presiden pada Pilpres 2019, mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta, Sabtu (13/7/2019) siang, Jokowi dan Prabowo sama-sama mengajak para pendukungnya kembali bersatu dalam kerangka NKRI.
Menurut Adi Prayitno Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, setidaknya ada dua dampak positif dari pertemuan dua tokoh nasional tersebut.
Pertama, pertemuan Jokowi dan Prabowo positif untuk rekonsiliasi ke depan. Bahkan, pertemuan itu adalah bentuk nyata dari rekonsiliasi yang selama ini diharapkan masyarakat.
“Maka dari itu, sudah tidak ada alasan lagi untuk saling bermusuhan, baik di tingkat elite politik mau pun di tataran masyarakat (grass root),” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Sabtu (13/7/2019).
Dampak positif kedua, masing-masing pendukung semestinya mengakhiri perselisihan politik yang terjadi selama ini. Artinya, pendukung Jokowi yang diistilahkan cebong dan pendukung Prabowo kampret, harus melebur jadi Rakyat Indonesia.
Di sisi lain, Adi menggarisbawahi pernyataan Prabowo yang siap membantu pemerintah memajukan bangsa. Menurutnya, itu merupakan sinyal Partai Gerindra siap diajak berkoalisi.
Tapi, kalau melihat kecenderungannya, Adi menilai Prabowo dan Gerindra secara elektoral lebih menguntungkan sebagai oposisi/di luar kekuasaan.
Hal itu terlihat dari tren positif elektabilitas Partai Gerindra dalam tiga kali Pemilu terakhir, karena faktor konsistensinya di luar pemerintahan. (rid)