Sabtu, 23 November 2024

Ratusan Purnawirawan TNI-Polri Pada 22 Mei Siap Turun ke Jalan Bersama Rakyat

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Konferensi pers para Jenderal TNI-Polri yang tergabung dalam Front Kedaulatan Bangsadi kawasan Jakarta Selatan, Senin (20/5/2019). Foto: Faiz suarasurabaya.net

Para Jenderal TNI-Polri yang tergabung dalam Front Kedaulatan Bangsa siap turun ke jalan bersama rakyat, untuk memperjuangkan kedaulatannya yang merasa dicurangi di Pemilu Presiden 2019.

Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto Ketua Front Kedaulatan Bangsa bersama 107 Jenderal Purnawirawan TNI-Polri mengatakan, dengan terjun langsung pada 22 Mei 2019 bersama rakyat adalah wujud untuk menyelamatkan demokrasi yang sudah dicidera oleh penguasa.

“Membantu rakyat yang berjuang untuk kepentingan menegakkan kedaulatannya,” kata Tyasno saat menggelar konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Senin (20/5/2019).

Tyasno memastikan, gerakan dari pihaknya tersebut bukan perintah Prabowo Subianto tetapi atas keinginan bersama para purnawirawan TNI-Polri yang prihatin dengan kondisi politik Indonesia.‎

“Tidak ada yang dipimpin Pak Prabowo. Jadi perjuangan tersebut adalah perjuangan yang lahir dari nurani rakyat sendiri, karena dia telah diserang, karena dia telah disengsarakan. Untuk itu rakyat ingin mengembalikan kedaulatan bangsa dan NKRi itu adalah milik rakyat, kekuasaan tertinggi ada pada rakyat,” tegasnya.

Sementara Komjen Pol (Purn) Sofyan Jacob menyatakan, fungsi TNI-Polri harus dikembalikan yakni sebagai alat negara. TNI-Polri yang sudah bekerja keras menjaga profesionalitasnya, jangan sampai dirusak oleh kepentingan pemerintah hingga dihadapkan dengan rakyat yang menyuarakan hak dan pendapatnya.

“Memang benar kembalikan Polri da TNI juga kepada fungsinya sebagai alat negara bukan alat pemerintah, apalagi itu sebagai alat penguasa. Seolah-olah TNI-Polri dijadikan tim sukses, nah ini yang harus kita kembalikan,” kata Sofyan.

Apa yang dikatakannya, menurut Sofyan, memiliki landasan. Contohnya, kata dia, dalam negara demokrasi menyatakan pendapat adalah hak. Namun rezim saat itu, menurutnya, menyuarakan perbedaan pendapat langsung dianggap makar.

“Demonstrasi kan sesuatu yang wajar, kenapa sekarang disebut makar padahal makar kan bukan sesuatu yang mudah. Makar itu tujuannya menggulingkan pemerintah yang sah, sedangkan kita dan rakyat ini berkumpul dan menyuarakan ketidakadilan dibilang makar,” jelasnya.

Sofyan memastikan gerakan masyarakat dalam proses Pilpres 2019 ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan makar, karena hanya bertujuan menyuarakan kedaulatan keadilannya yang telah dicurangi.

“Soal makar sebenarnya sama sekali tidak ada. Saya katakan UUD 45 Pasal 28 menjamin kebebasan berpendapat. boleh kita mengatakan itu curang boleh. kemudian menjamin kebebasan berkumpul boleh. kemudian salah kalau diterapkan orang berkumpul dikatakan makar. Mana ada kita menggunakan senjata,” kata Sofyan.(faz/tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs