Selasa, 26 November 2024

Jika Jokowi Presiden, Nelayan Minta Seribu Kapal Besar

Laporan oleh Fatkhurohman Taufik
Bagikan

Kesatuan Nelayan Tradisioanl Indonesia (KNTI) menilai kehidupan nelayan hingga kini masih cukup terbelakang. Bahkan keberpihakan negara juga masih cukup minim untuk membantu mensejahterakan mereka.

Kesimpulan ini merupakan bagian dari dialog bertajuk “Nelayan Sejahtera Indonesia Berdaulat” yang digelar KNTI di bibir pantai Nambangan, Kecamatan Bulak, Surabaya, Kamis (29/5/2014).

Dialog sendiri sedianya akan menghadirkan Joko Widodo, bakal calon presiden. Sayang Jokowi batal hadir sehingga dialog yang rencananya untuk memberikan masukkan ke Jokowi ini hanya berlangsung satu arah yaitu dialog antar para nelayan sendiri.

“Tapi hasil dari dialog ini tetap akan kita sampaikan ke Pak Jokowi, karena dia kami nilai merupakan salah satu calon yang mampu mengubah nasib petani,” kata Misbakul Munir, Koordinator KNTI Jawa Timur, di sela-sela dialog.

Dalam dialog ini, M Riza Damanik, Ketua Dewan Pembina KNTI mengatakan setidaknya ada beberapa masalah yang saat ini dihadapi para nelayan Indonesia. Diantaranya ketidakberdayaan para nelayan untuk memanfaatkan sumber laut. Nelayan selama ini tak memiliki modal yang cukup sehingga hanya mampu memiliki kapal tradisional yang kecil.

Akibatnya, 99 persen nelayan di Indonesia, saat ini hanya bisa mencari ikan di daerah pesisir. “Hanya satu persen nelayan yang mampu mengeksploitasi wilayah laut di Zona Ekonomi Eklusif di 12 mil laut,” kata Riza Damanik.

Padahal, mayoritas ikan berada di lautan dalam yang tak bisa terjangkau nelayan Indonesia. Akibatnya, kawasan banyak ikan di Zona Ekonomi Eklusif hanya menjadi ajang pencurian ikan dari para nelayan asing

Untuk membantu para nelayan, jika kelak menjadi presiden, Jokowi diminta memberikan seribu kapal ikan besar minimal berbobot 30-50 Gross Tonnage (GT). “Dengan seribu kapal besar, nelayan kita akan lebih berdaulat dan mendapatkan tangkapan yang lebih banyak lagi,” kata dia.

Selain itu, ketiadaan standar harga bagi ikan menjadikan nelayan tak pernah mendapatkan untung. Tiap kali panen, maka yang berkuasa adalah para tengkulak.

“Kami juga menginginkan ada standar harga yang jelas bagi 18 jenis ikan, misalnya ikan teri, udang, tongkol, tuna, serta beberapa ikan lainnya harganya harus dipatok pemerintah, sehingga bisa memberikan keuntungan bagi nelayan,” kata Riza Damanik.

Utang luar negeri untuk revitalisasi laut juga harus dihentikan karena hanya akan membebani utang negara. Padahal tanpa utang luar negeri, para nelayan tradisional dengan kearifan lokal mampu menjaga kelestarian laut itu sendiri.

“Selama 10 tahun terakhir, Indonesia menghutan Rp 1,4 triliun untuk selamatkan terumbu karang. Padahal ada kearifan lokal nelayan yang bisa menjaga ini,” ujarnya.

Dari data yang dimiliki KNTI, orang yang bekerja di sektor perikanan saat ini mencapai 13,8 juta orang. Dari jumlah ini, 90 persen diantaranya adalah para nelayan yang masih sangat miskin. Karenanya, jika terpilih nanti, para Nelayan berharap Jokowi mampu lebih mengedepankan kebijakan bagi para nelayan. (fik/rst)

Teks Foto :
-Dialog nelayan di bibir pantai Nambangan.
Foto : Taufik suarasurabaya.net

Berita Terkait

Surabaya
Selasa, 26 November 2024
27o
Kurs